Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit macet (nonperforming loan/NPL) perbankan secara industri terus mengalami perbaikan. Meski demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan langkah antisipasi jika NPL bank mengalami pemburukan.
Berdasarkan Statistik Perbankan OJK, data menunjukkan NPL bank umum secara industri per Maret 2024 berada di level 2,25% atau sebesar Rp163,26 triliun. Angka ini menurun dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 2,49%. Sementara itu, NPL net mencapai 0,77% per Maret 2024, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,72%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan ketika sebuah bank menunjukkan rasio prudensial yang rendah, OJK akan mendorong bank tersebut untuk segera menetapkan dan melaksanakan rencana aksi.
"Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi upaya yang telah, sedang, dan akan dilakukan bank guna meningkatkan kinerjanya dan memenuhi standar prudensial yang ditetapkan," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2024).
Selain itu, OJK juga melakukan monitoring dan evaluasi atas komitmen dari pemegang saham bank, yang merupakan salah satu faktor penting dalam penguatan aspek permodalan bank.
Meski demikian, secara agregat, NPL perbankan menunjukkan penurunan secara bertahap pascapandemi. Dalam pengawasannya, OJK senantiasa mendorong bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam operasionalnya.
"Untuk melakukan pengawasan terhadap hal tersebut, OJK melakukan evaluasi berkala terhadap rasio-rasio prudensial yang menjadi fondasi penting dalam menilai kondisi sebuah bank," ujar Dian.
Rasio-rasio prudensial seperti NPL dan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) merupakan indikator penting yang menentukan langkah pengawasan. Evaluasi terhadap indikator-indikator ini memungkinkan OJK menetapkan strategi pengawasan bank.
Dalam kondisi normal, ketika sebuah bank menunjukkan rasio prudensial yang rendah, OJK akan mendorong bank tersebut untuk segera menetapkan dan melaksanakan rencana aksi. Tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, dan realisasinya dievaluasi secara berkala oleh OJK.
Selain itu, komitmen dari pemegang saham bank merupakan salah satu faktor penting dalam rangka penguatan aspek permodalan bank yang senantiasa dimonitor dan dievaluasi.
Meski begitu, menurut Dian, keseluruhan bank di Indonesia masih mencatatkan NPL net dalam batas aman, yakni di bawah 5%. Adapun, rasio kredit bermasalah yang berada di atas 5% oleh beberapa bank itu merupakan NPL gross.
Dalam kondisi NPL net rendah, meski NPL gross tinggi, hal tersebut menunjukkan bank telah melakukan pencadangan atas kerugian kredit bermasalah, sehingga dampaknya terhadap permodalan sudah diantisipasi dengan baik.
NPL net sendiri telah dihitung dengan memasukkan unsur cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) perbankan. Alhasil, bank-bank di Indonesia tetap memiliki kualitas kredit yang aman.
Strategi Bank Bereskan NPL Tinggi
Bank seperti KB Bank (BBKP) hingga Bank Neo Commerce kian giat menurunkan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) agar bisa menyentuh level terendah.
PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP) alias KB Bank misalnya masih bakal rajin menekan laju NPL agar berada di bawah 10% hingga akhir tahun 2024.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, rasio kredit bermasalah (NPL) gross KB Bank mencapai 9,92% per Maret 2024, dari periode yang sama tahun sebelumnya 6,98%. Saat laju kredit macet gross mendaki, NPL net susut tipis menjadi 4,93% dari 4,95%.
Corporate Relation Department Head KB Bank Adi Pribadi mengatakan dalam melakukan perbaikan fundamental dan kualitas aset, perseroan menjalankan pendekatan yang konservatif yakni dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebagai antisipasi.
“Di sisi lain, upaya perbaikan kualitas aset tetap kami jalankan melalui sejumlah inisiatif, antara lain melalui penagihan intensif, penjualan agunan, cessie, penjulan melalui skema Asset Back Securities (ABS) dan hapus buku secara selektif,” ujarnya kepada Bisnis, beberapa waktu lalu (6/6/2024).
Dia juga mengungkapkan terkait tren kredit berisiko atau Loan at Risk (LaR) di perseroan kian mengalami perbaikan.
Di mana, setahun pasca KB Financial Group (KBFG) melalui KB Kookmin Bank menjadi pemegang saham pengendali, rasio LAR sempat menyentuh angka 65%. Lalu, rasio ini terus mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya masing-masing 50% pada akhir tahun 2022 dan di kisaran 40% pada akhir tahun 2023.
Penurunan ini terus berlanjut pada kuartal I/2024, di mana rasio LAR turun hingga dibawah 35% dan pada April 2024 rasio kembali mengalami perbaikan dengan turun di bawah 27%.
“KB Bank sendiri menargetkan untuk dapat terus memperbaiki kualitas aset dan menjaga rasio LAR di kisaran 20% pada akhir tahun 2024,” imbuh Adi.
Di sisi lain, ada pula bank yang mencatatkan NPL hampir ke level 4%, yakni PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB). BNC sendiri mencatatkan rasio kredit bermasalah NPL gross naik 41 bps ke level 3,94% dari 3,53%. Sementara, NPL net turun 137 bps menjadi 1,3% dari 2,67%
"Untuk NPL kami [target] at least di 3,5% gross ya maksimumnya," kata Direktur Bisnis BNC Aditya Windarwo dalam Media Group Interview beberapa waktu lalu.
Adapun, BBYB terus menjaga kualitas kredit yang disalurkan dengan lebih selektif dalam penyaluran kredit dan terus memperluas penyaluran kredit ke berbagai segmen nasabah, mulai dari individu, UMKM, dan korporasi, hal ini didasari atas optimistis perekonomian Indonesia yang akan terus tumbuh.
“Pertumbuhan ini adalah peluang bagi BNC untuk terus ekspansi penyaluran kreditnya,” ucap Adit dalam keterangan tertulis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel