Bank Digital Perketat Kredit Channeling, Begini Kata KoinWorks

Bisnis.com,19 Jun 2024, 21:07 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Koin P2P/koinp2p.com

Bisnis.com, JAKARTA — PT Sejahtera Lunaria Annua (KoinWorks), penyelenggara financial technology peer to peer (fintech P2P) lending, mengungkapkan penyaluran kredit perusahaan tidak terpengaruh oleh isu semakin selektifnya bank digital dalam menyalurkan kredit melalui skema channeling dengan platform fintech P2P lending.

Seperti diketahui muncul tren bank digital yang lebih memilih menyalurkan kredit secara mandiri daripada menggunakan skema kredit channeling, beberapa bank juga terus meninjau kerja sama channeling mereka untuk menentukan kelanjutan atau penghentiannya dengan mempertimbangkan risiko yang ada.

CEO dan Co-Founder KoinWorks, Benedicto Haryono, menyatakan bahwa penyaluran kredit melalui skema channeling justru mengalami peningkatan. "Di kami, channeling malah terus meningkat, yang turun justru pendanaan ritel [investor ritel]," ujar Benedicto saat dihubungi oleh Bisnis, Rabu (19/6/2024).

Benedicto menjelaskan bahwa komposisi penyaluran kredit melalui channeling kini mencapai 60%, termasuk kerja sama dengan institusi keuangan lainnya. Beberapa bank yang bekerja sama dengan KoinWorks antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Raya. Selain itu, KoinWorks juga bermitra dengan perusahaan pembiayaan PT Samson Modern Finance.

Lebih lanjut, Benedicto menyebutkan bahwa sebelumnya lender individu mendominasi sumber pendanaan KoinWorks hingga mencapai 80%, namun kini hanya 40%. Dalam dua tahun terakhir, institusi keuangan seperti bank dan perusahaan pembiayaan lebih mendominasi sumber pendanaan.

Benedicto mengaitkan perubahan ini dengan aturan perpanjangan lender fintech P2P lending yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Misalnya, Pasal 3 menjelaskan bahwa pemberi pinjaman (lender) dikenakan tarif pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga, jika penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

"PMK 69 membuat risiko dan pengembalian investasi untuk pendana ritel menjadi tidak masuk akal," ungkap Benedicto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini