Bisnis.com, BANDUNG — Pelaku usaha financial technology peer to peer (fintech P2P) lending menunggu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membangun pusat data fintech P2P lending (Pusdafil).
Regulator sebelumnya berencana untuk membangun pusat data tersebut untuk membantu para pemain mengecek kualitas peminjam (borrower), sehingga dapat meminimalisir angka kredit bermasalah. Saat ini Pusdafil masih dalam tahap industrial test.
Sejauh ini memang belum ada pusat data khusus fintech lending, tak sedikit dari mereka yang memanfaatkan data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang ada. Adapun data SLIK mencakup informasi mengenai riwayat cicilan kreditur hingga kredit macet dari perbankan dan multifinance.
Direktur Marketing PT Astra Welab Digital Arta (Maucash) Indra Suryawan menyebut pihaknya tentu menunggu dan menyambut pusat data tersebut. Pasalnya dengan pusat data tersebut bisa menghindari debitur nakal.
“Pasti hal itu untuk menekan kredit macet. Dan paling penting lagi, kami bisa menghindari segmen-segmen customer yang memang nakal, yang dari awal niatnya itu bukan untuk produktif,” kata Indra ditemui usai acara Workshop Astra Financial di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (22/6/2024).
Untuk diketahui, walaupun portofolio pinjaman Maucash paling banyak di sektor produktif yakni 85%. Perusahaan masih memberikan pembiayaan untuk segmen konsumtif sebanyak 15%. Tidak hanya menekan angka kredit macet, dia menyebut pusat data tersebut juga bisa mendorong peminjam untuk mendapatkan lebih banyak pendanaan.
“Karena disamping satu sisi kami mereport [melaporkan] kami juga bisa melihat. Jadi sebenarnya kami bisa membantu customer-customer kami supaya bisa mendapatkan kesempatan top up lebih besar,” katanya.
Adapun Maucash saat ini memberikan pendanaan kepada segmen produktif dengan maksimal pinjaman sebanyak Rp2 miliar. Dari sisi, tingkat kredit bermasalah dengan rasio tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP) dalam platform Maucash mencapai 6,8% per 23 Juni 2024. Ini menunjukan tingginya tingkat kelalaian penyelesaian kewajiban kepada lender, yang mana ambang batas yang ditetapkan regulator tak lebih dari 5%.
Sementara itu tingkat keberhasilan di atas 90 hari (TKB90) pada platform mencapai 93,2%. Tingginya kredit bermasalah tersebut lantaran tidak sedikit peminjam yang bisnisnya terdampak tahun ini.
“Tahun ini bukan tahun yang mudah. Misalnya saja motor yang paling common [umum] di Indonesia, orang punya motor itu kan wajar dan dipakai daily, itu pun enggak tumbuh. Nah industri yang kami danai kan ada F&B [food and beverages], ada otomotif, dan logistik itu terkena [dampak],” kata Indra.
OJK juga mencatat masih ada 15 pemain yang memiliki TWP90 di atas 5% per April 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel