Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong industri perbankan syariah untuk menjalankan konsolidasi baik berupaya merger dan akuisisi pada tahun ini guna memperbesar pangsa pasar bank syariah. Dorongan ini juga digaungkan demi menciptakan pemain baru untuk menyaingi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS).
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan potensi konsolidasi tahun ini muncul seiring dorongan OJK agar pangsa pasar perbankan syariah semakin besar. Sebab, saat ini pangsa pasar aset perbankan syariah masih tergolong kecil, yakni 7,32% terhadap keseluruhan aset perbankan nasional per Maret 2024.
Peluang-peluang konsolidasi pun bisa terjadi baik melalui merger seperti yang dijalankan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. (BRIS) atau BSI, akuisisi, ataupun penggabungan unit usaha syariah (UUS) yang melepaskan diri dari induknya alias spin off.
Arianto menjelaskan konsolidasi perbankan syariah menjadi langkah strategis untuk memperkuat dan meningkatkan daya saing industri ini di kancah nasional maupun global. "Konsolidasi secara umum akan meningkatkan skala usaha dan efisiensi serta meningkatkan modal. Dengan kondisi itu diharapkan daya saing akan terdorong naik," jelas Arianto kepada Bisnis pada Senin (24/6/2024).
Seiring dengan peluang aksi konsolidasi itu, prospek bisnis perbankan syariah di Indonesia pada 2024 juga dinilai masih cerah. Arianto menjelaskan terdapat beberapa faktor pendukung prospek cerah bisnis perbankan syariah, seperti populasi muslim yang sangat besar.
Selain itu, terdapat dukungan pemerintah pada perbankan syariah dan ekosistem halal yg sangat tinggi. Lalu, meningkatnya kesadaran masyarakat utk menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.
Akan tetapi, terdapat tantangan dari aksi konsolidasi perbankan syariah.
"Tantangan konsolidasi secara umum dan mungkin terjadi pada konsolidasi perbankan syariah adalah integrasi sistem baik manajemen dan IT," ujar Arianto.
Tantangan lainnya adalah integrasi serta internalisai budaya SDM dan organisasi. Lalu, tantangan konsistensi dan kejelasan regulasi.
Mencari Pesaing BSI
Konsolidasi bank syariah memang didorong oleh OJK pada tahun ini. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan konsolidasi bank syariah dilakukan agar pangsa pasar syariah semakin besar.
Selain itu, OJK berkeinginan agar lahir bank syariah berkapasitas besar yang bisa menyaingi BSI di pasar. Sebab, saat ini OJK melihat sturktur pasar bank syariah tidak ideal dan hanya dikuasai satu bank umum syariah (BUS) besar saja, yakni BSI.
"Kami tidak melihat sesuatu yang positif bank segede BSI dominasi pasar. Sisanya hanya dapat remah-remah saja," kata Dian.
Saat ini, ada 13 BUS dan 20 UUS yang beroperasi di Indonesia. Namun, para pemain di industri bank syariah itu rata-rata memiliki aset kecil. Ada 11 BUS dan 17 UUS yang asetnya masih di bawah Rp40 triliun. Hanya satu bank syariah yang punya aset di atas Rp100 triliun, yakni BSI.
Alhasil, konsolidasi bank syariah agar lahir pesaing BSI pun didorong. OJK juga menargetkan tahun ini muncul bank syariah beraset besar hingga Rp200 triliun hasil dari konsolidasi. "Pasti akan ada yang menyamai [BSI] itu saya optimis sekali. Saya sudah menjajaki, sambutannya di luar dugaan saya. 2024 beberapa bisa lahir. Minimal satu atau dua. Saya melihatnya mungkin dua," ujar Dian.
Dalam upaya mencapai keinginannya itu, OJK misalnya menuangkan kebijakan strategis dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 yang memberikan arah kebijakan dari sisi industri dan masyarakat. Di roadmap tersebut, OJK juga mendorong akselerasi konsolidasi bank syariah di Indonesia.
Selain itu, terdapat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) yang mendorong bank pemilik unit usaha syariah menjalankan spin off. Dalam beleid tersebut, bank yang memiliki UUS dengan share asset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib untuk melakukan spin off.
Sementara itu, Dian sempat menyebutkan bahwa proyeksi OJK, tahun ini akan ada setidaknya dua konsolidasi bank syariah didorong oleh ketentuan spin off. Satu aksi korporasi muncul dari bank pelat merah atau BUMN, satu lagi bank swasta.
Progres Konsolidasi
Apabila mengikuti ketentuan spin off UUS dari OJK, maka PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) lah yang sudah diharuskan menjalankan spin off UUS menjadi BUS.
UUS CIMB Niaga yakni CIMB Niaga Syariah telah membukukan aset mencapai Rp64,59 triliun pada kuartal I/2024. Lalu, UUS BTN atau BTN Syariah membukukan aset Rp54,8 triliun pada kuartal I/2024.
Dalam perjalanan spin off UUS-nya, BTN sendiri mulanya direncanakan mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Setelah mengakuisisi Bank Muamalat, BTN kemudian akan menggabungkannya dengan UUS mereka BTN Syariah.
Namun, setelah melakukan due diligence, rencana akuisisi dikabarkan batal. BTN pun dikabarkan berpindah haluan dan berencana mengakuisi PT Bank Victoria Syariah.
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu mengungkapkan perseroan belum memperoleh keputusan apapun. “Kami belum berani jawab karena belum ada keputusan apa-apa,” katanya pada awak media di Jakarta, pekan lalu (21/6/2024).
PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) pun berencana untuk menjalankan aksi spin off UUS mereka CIMB Niaga Syariah. Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan saat ini, spin off CIMB Niaga Syariah sedang dalam proses persiapan.
CIMB Niaga pun telah berkonsultasi dengan OJK serta regulator terkait lainnya dalam menjalankan spin off. Sementara, proses spin off akan dimulai pada tahun depan.
Lani mengatakan dalam proses spin off CIMB Niaga Syariah itu, perusahaan membuka opsi adanya aksi korporasi.
"Saat ini kami memang persiapkan spin off organic terlebih dahulu. Akan tetapi, terbuka kemungkinan untuk aksi korporasi jika sesuai," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu (12/6/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel