Bisnis.com, JAKARTA — Lini bisnis asuransi kredit masih mencatatkan perolehan premi yang cukup signifikan. Kendati begitu, belum banyak pelaku industri asuransi umum yang kembali menggarap potensi lini bisnis tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menyebut hanya ada segelintir pemain besar pada lini bisnis tersebut. Beberapa di antaranya yakni PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Asuransi Bangun Askrida, dan BRI Insurance (BRINS).
Sementara itu, sederet perusahaan asuransi umum sudah meninggalkan pemasaran asuransi kredit itu. Salah satunya adalah PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) yang solvabilitasnya sempat mengalami penurunan bahkan minus pada 2020–2021 yang antara lain dipicu oleh lini asuransi kredit.
Selain itu, ada PT Asuransi Bintang Tbk dan PT Asuransi Candi Utama yang memilih untuk menghindari asuransi kredit.
Padahal lini bisnis asuransi kredit memiliki pasar yang besar. Lini bisnis tersebut menjadi salah satu kontributor premi terbesar ketiga di industri asuransi umum. Per kuartal I/2024, AAUI mencatat premi lini bisnis asuransi kredit mencapai Rp4,94 triliun, naik 19,3% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan Rp4,14 triliun pada kuartal I/2023.
Lini bisnis asuransi kredit berada di bawah asuransi properti pada urutan pertama dan kendaraan pada urutan kedua dengan masing-masing premi Rp9,59 triliun dari Rp5,9 triliun.
Walaupun pasarnya besar, Budi mengaku tidak banyak pelaku asuransi yang ingin kembali berkecimpung pada lini bisnis itu.
“Tapi mungkin bisa [kembali bermain ke lini bisnis asuransi kredit], karena rate-nya lebih baik. Tetapi masih belum tau juga ya, karena ada batasan akuisisi,” kata Budi saat dihubungi Bisnis, Kamis (27/6/2024).
Selain itu, Budi mengatakan pihaknya juga masih ragu apakah pihak bank dapat menerima terkait dengan aturan resharing risiko sebanyak 25%. Hal tersebut menurutnya masih menjadi perdebatan terutama untuk bank daerah.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan perbaikan dengan menerbitkan aturan baru untuk memperbaiki asuransi kredit. Aturan itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No. 20/2023 (POJK 20/2023) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah.
Salah satu yang diatur dalam aturan tersebut adalah resharing risiko dengan perbankan masing-masing 75% untuk perusahaan asuransi dan 25% pihak kreditur.
“Masih debatable, bank mau kalau bisa tidak ada batasan-batasan itu. Dibilang alot enggak, tapi kami harus sosialisasi ya, dengan asosiasi bank daerah,” kata Budi.
Di sisi lain, tingkat klaim asuransi kredit tercatat masih tinggi. Pada kuartal I/2024, klaim asuransi kredit meningkat 35,5% YoY mencapai Rp3,97 triliun dari sebelumnya Rp2,93 triliun pada kuartal I/2023. Klaim asuransi kredit mendominasi 34,38% dari total klaim dibayar asuransi umum yang mencapai Rp11,56 triliun pada kuartal I/2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel