PMI Manufaktur RI Melambat, Kadin Desak Pemerintah Gelontorkan Insentif

Bisnis.com,02 Jul 2024, 15:24 WIB
Penulis: Ni Luh Anggela
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). / Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk menggenjot insentif industri manufaktur, seiring melambatnya Purchasing Manager’s Index atau PMI manufaktur pada Juni 2024 yang turun menjadi 50,7 dari bulan sebelumnya 52,1.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, industri manufaktur turut berkontribusi pada serapan tenaga kerja yang besar sehingga turut meningkatkan konsumsi domestik masyarakat.

“Kami mendorong agar pemerintah terus menggenjot insentif pada industri manufaktur,” kata Yukki kepada Bisnis, Selasa (2/7/2024).

Menurut Yukki, pemerintah perlu menyediakan kepastian usaha dan regulasi perlu sebagai landasan utama bagi dunia usaha. Selain itu, di tengah eskalasi geopolitik global dan periode kenaikan suku bunga global yang terjadi, penguatan dan perluasan pasar ekspor juga harus didukung dengan berbagai kemudahan serta insentif pembiayaan ekspor.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk menciptakan stabilitas nilai tukar rupiah serta mengendalikan inflasi dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat mendorong sektor manufaktur berekspansi dengan cepat.

“Yang jelas pemerintah harus bekerja keras menciptakan stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi di dalam negeri,” kata Shinta, Senin (1/7/2024).

S&P Global dalam laporannya mencatat PMI manufaktur Indonesia berada pada level 50,7 pada Juni 2024, atau turun dibanding bulan sebelumnya 52,1.

Meski berada di zona ekspansi selama 34 bulan berturut-turut, tingkat produktivitas pada Juni 2024 menjadi yang paling lemah dalam setahun terakhir.

Economics Director S&P Global Market Intelligence Trevor Balchin menyebut, manufaktur Indonesia kehilangan momentum besar lantaran pertumbuhan permintaan baru yang nyaris berhenti, imbas penurunan ekspor selama 4 bulan berturut-turut.

“PMI masih bertahan di atas tren rata-rata jangka panjang, namun perkiraan Indeks Output Masa Depan tidak bergerak dari posisi pada bulan Mei dan merupakan bagian dari yang terendah dalam rekor,”kata Trevor dalam keterangannya, Senin (1/7/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Denis Riantiza Meilanova
Terkini