Deputi Senior BI Blak-blakan, Ini Syarat Suku Bunga Acuan Turun

Bisnis.com,03 Jul 2024, 20:51 WIB
Penulis: Arlina Laras
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam acara Mandiri Sustainability Forum 2022, Rabu (2/11/2022)/Bisnis-Ni Luh Anggela

Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengklaim sejumlah kondisi atau syarat agar suku bunga acuan atau BI Rate bisa turun dari level 6,25%. 

Destry menuturkan bahwa penurunan BI Rate akan sangat bergantung pada data-data terkini, termasuk kondisi domestik. BI tengah mengarahkan berbagai skenario dalam menghadapi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang diprediksi sebanyak satu kali pada kuartal IV/2024. 

“Itu sangat data dependen, baik ketika kita melihat domestik. Kalau semua relatif stabil, inflasi terjaga, rupiah volatilitasnya bisa di-maintain, kemudian kita mulai melihat akses bahwa kredit harus didorong, itu pada akhirnya kita juga bisa melihat ke sana [penurunan BI Rate],” ujarnya dalam acara Investor Network Summit 2024, Rabu (3/7/2024)

Meski demikian, Destry menjelaskan bahwa BI terus memantau pendirian atau stance The Fed.  Destry juga menjelaskan bahwa saat ini bank sentral juga tengah fokus terhadap kondisi global. Apalagi, ketidakpastian global dimiliki memiliki dampak yang cepat.

Dari sisi domestik, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi masih baik, tercermin dari sumber pertumbuhan terpantau seimbang. BI memiliki perkiraan yang mendasari bahwa pertumbuhan ekonomi mampu berada di kisaran 4,7%-5,3% pada 2025. Adapun, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 4,5-5,3%. 

“Konsumsi nambah, investasi ada, overall relatif punya daya tahan cukup untuk ekonomi domestik,” ujarnya.

Destry pun tak menampik fakta bahwa BI terus melihat kondisi negara lain seperti di AS yang terus menunjukkan fenomena higher for longer.

“Jadi, sejauh ini kita pasti akan meresponnya dengan berbagai kebijakan [policy]. Jadi, policy kita bukan hanya BI Rate, tapi kita punya beragam kebijakan. Kalau hanya mengandalkan BI Rate kita enggak mau,” ujarnya. 

Dia mengatakan bank sentral berupaya untuk memperdalam pasar tanpa harus membuat BI Rate naik terlalu banyak. Salah satunya, dengan cara dikeluarkannya instrumen baru seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI) agar inflow masuk ke Indonesia.

“Lalu, ada kebijakan makroprudensial, bagaimana supaya ekonomi tumbuh. Artiya, ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang punya pertumbuhan ekonomi relatif stabil 5% usai Covid-19,” ucapnya.

Head of Research/Chief Economist of PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto menyebutkan volatilitas rupiah saat ini yang mencapai Rp16.300-Rp16.400 per dolar AS membuat bunga penurunan suku bunga masih terbatas.

Dia menilai kondisi tersebut mendukung BI untuk terus melakukan kebijakan pro stability.

“Ini karena risiko ketidakstabilan dalam jangka menengah lagi besar dibanding risiko growth, jadi untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dalam jangka panjang jadi diperlukan kebijakan moneter yang masih pro stability.

Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa dengan suku bunga di AS yang tinggi dan ada sentimen secara global tentu memberi berpengaruh pada arus modal asing kluar dari pasar saham dan pasar obligasi. 

BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19-20 Juni 2024. 

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 6,25%,” ujarnya dalam konferensi pers RDG BI, Kamis (20/6/2024).

Adapun, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50% dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00%.

Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stabilitas serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.

"Kebijakan ini didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat stabilitas rupiah dan masuknya aliran modal asing," imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini