Peristiwa Jatuhnya Lion Air JT610, Pengamat Asuransi Ungkap dampak Boeing Mengaku Bersalah

Bisnis.com,09 Jul 2024, 14:30 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Boeing 737 MAX. Dok Boeing

Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat asuransi penerbangan mengungkap klaim lanjutan pasca permintaan maaf Boeing atas dua kecelakaan Boeing MAX yang menimpa Lion Air  JT610 dan Ethiopian Airlines harus mengikuti kaidah hukum yang berlaku. 

CEO Boeing David Calhoun sebelumnya meminta maaf kepada keluarga korban atas dua kecelakaan Boeing MAX pada 2018 dan 2019. Dua kecelakaan tersebut menimpa Lion Air penerbang JT610 dan Ethiopian Airlines penerbangan 302 dengan total korban 346 orang.

David menyampaikan permintaan maaf dalam sidang dengar pendapat dengan sub komite permanen investigasi kongres Amerika Serikat (AS) sesaat sebelum memulai pernyataan. 

“Saya ingin meminta maaf atas nama semua rekan Boeing. Kami yang tersebar di seluruh dunia baik masa lalu maupun masa kini atas kerugian yang Anda alami itu sungguh menyedihkan. Dan saya meminta maaf atas hal yang telah kami sebabkan,” katanya.

Dia juga menyebut Boeing akan berkomitmen penuh untuk bekerja dan fokus pada keselamatan ke depan. 

Praktisi dan pengamat asuransi penerbangan Arman Juffry menilai kasus pengakuan bersalah dan permintaan maaf Boeing merupakan kondisi baru dalam asuransi penerbangan. Dia menjelaskan, selama karirnya menangani klaim asuransi penerbangan dalam 25 tahun terakhir, perusahaan asuransi biasanya proaktif melakukan pendekatan kepada ahli waris apabila ada korban meninggal dunia pada kecelakaan pesawat. Pihaknya menyebut perusahaan asuransi juga berusaha untuk bekerja cepat tanpa menunggu. 

“Memang harus kami yang aktif, kami akan jelaskan pergantiannya seberapa besar sesuai dengan ketentuan. Sejauh ini tidak ada masalah baik dari zaman Mandala Air, Deraya, Batavia tidak ada masalah karena kami proaktif,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (9/7/2024). 

Dalam proses klaim, Arman menjelaskan perusahaan asuransi akan membuat release yang harus ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Proses tersebut termasuk membebaskan asuransi hingga perusahaan maskapai dari segala tuntutan dikemudian hari setelah klaim dibayarkan.

“Ini kasus baru dan saya bukan ahli hukum, [selanjutnya setelah pengakuan bersalah] tentunya ini tergantung dari aturan kaidah hukum yang ada. Dan terus terang saya belum pernah menangani kasus semacam ini,” katanya.  

Dalam penanganan klaim, Arman menjelaskan perusahaan asuransi tidak akan membayarkan klaim apabila tertanggung tidak menandatangani release tersebut. 

“Itu mungkin yang [ke depan] menjadi masalah [baru bagi perusahaan asuransi] bila ada yang belum setuju,” kata Arman. 

Sikap Keluarga Korban atas Pengakuan Bersalah Boeing 

Sementara itu dilansir dari South China Morning Post, korban jatuhnya Lion Air 610 di Laut Jawa pada 2018 silam menyampaikan perasaan yang beragam. Keluarga korban Hasna meragukan ada eksekutif Boeing yang akan dihukum karena potensi penipuan.

"Sampai saat ini, mereka selalu berhasil lepas dari tanggung jawab mereka. Saya berharap orang-orang dari Boeing dipenjara atas apa yang mereka lakukan, tetapi sisi realistis saya tahu pasti tidak seorang pun akan dipenjara," jelas Bias Ramadhan, dikutip dari South China Morning Post, Selasa (9/7/2024).  

Jurnalis Indonesia Anton Sahadi yang kehilangan dua sepupunya berusia 24 tahun, yakni Riyan Aryandi dan Ravi Andrian, menuturkan bahwa tuntutan pidana apapun adalah baik dan masuk akal. 

Namun, tidak semua keluarga korban juga menyambut berita dengan baik mengenai tuntutan hukum lebih lanjut. 

Neuis Marfuah, ibu dari mendiang Vivian Hasna Afifa (23), menyampaikan perasaan sedih dan merasa tidak ada kedamaian bagi para korban yang meninggal.  Menurutnya, keadilan seharusnya ditegakkan sejak awal ketika tanda-tanda kelalaian pertama ditemukan, dan bahwa Boeing seharusnya tidak mengabaikan masalah keselamatan.

Adapun, penerbangan Lion Air 610 jatuh ke laut pada 29 Oktober 2018 dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pangkal Pinang. Kecelakaan ini awalnya dinilai karena kesalahan pilot. Namun 5 bulan setelahnya, penerbangan Ethiopian Airlines 302 yang menggunakan Boeing jenis sama jatuh enam menit setelah lepas landas dari bandara di Addis Ababa dalam perjalanan menuju Kenya. Kecelakaan itu menewaskan seluruh 157 orang.

Penyelidikan lanjutan menemukan dalam kedua kecelakaan tersebut, sistem augmentasi karakteristik manuver penerbangan (MCAS) Boeing ditemukan mengalami kerusakan. Sensor secara keliru mengindikasikan hidung pesawat terlalu tinggi, menyebabkan MCAS aktif dan memaksa pesawat jatuh ke tanah dalam upaya menghindari stall (posisi ketika pesawat kehilangan daya angkat).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini