Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melaporkan daya tahan keuangan BPJS Kesehatan pada 2024. Sorotan ini seiring badan penyelenggara sistem kesehatan nasional (JKN) itu akan kembali mengalami klaim yang lebih besar dibandingkan iuran terkumpul.
Dalam laporan sepanjang 2023, BPJS Kesehatan mencatatkan pembayaran klaim sebesar Rp158 triliun. Saat yang sama iuran yang diperoleh hanya Rp151 triliun. Selisih kekurangan pembiayaan ini kemudian ditambal dari hasil investasi.
Meski demikian, Ketua Komisi Pemantauan, Monitoring, dan Evaluasi DJSN Muttaqien menyatakan keuangan BPJS Kesehatan telah terjadi setelah setelah penyesuaian iuran. "Sejak penyesuaian iuran dan pandemi Covid-19 pada tahun 2020, posisi keuangan BPJS Kesehatan telah membaik dan memenuhi kriteria aset netto yang sehat," ujar Muttaqien kepada Bisnis, Senin (8/7/2024).
Muttaqien menjelaskan penurunan rasio klaim BPJS Kesehatan saat pandemi berada pada level 68,29% pada 2020 dan turun 63,03% pada 2021. Namun, setelah dampak pandemi mereda, rasio klaim kembali meningkat menjadi 78,78% pada 2022 dan mencapai 104,72% pada 2023. "Diperkirakan pada tahun 2024 ini, rasio klaim akan tetap berada di atas 100%," tambahnya.
Rasio klaim di atas 100% artinya, iuran yang dikumpulkan BPJS Kesehatan tidak mencukupi untuk membayarkan tagihan yang masuk dari layanan kesehatan. Perusahaan menggunakan hasil investasi untuk mengejar kekurangan pembayaran klaim maupun operasional badan.
Menurunnya kemampuan ini terlihat kesehatan BPJS Kesehatan dalam membayar klaim menurun dari 5,98 bulan klaim pada 2022 menjadi 4,37 bulan klaim pada 2023.
DJSN memperkirakan penurunan kemampuan bayar akan berlanjut pada 2024. Penurunan ini disebabkan oleh penyesuaian tarif fasilitas kesehatan melalui Permenkes No. 3 Tahun 2023 untuk meningkatkan kualitas pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta peningkatan kepercayaan peserta terhadap JKN yang mendorong pemanfaatan layanan.
Strategi Menghindari Defisit BPJS Kesehatan
Untuk mencegah defisit, Muttaqien menekankan pentingnya pengelolaan keuangan yang optimal di sisi pendapatan dan pengeluaran. "BPJS Kesehatan harus melakukan upaya terbaik dalam mengoptimalkan strategi di sisi pendapatan dan pengeluaran," tuturnya.
Di sisi pendapatan, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan jumlah peserta aktif. Pada Juni 2024, tercatat ada 58,3 juta peserta non-aktif dari berbagai segmen, baik yang memiliki tunggakan maupun yang tidak. Sementara itu, di sisi pengeluaran, BPJS Kesehatan perlu meningkatkan kendali mutu dan biaya, termasuk pencegahan terjadinya kecurangan di fasilitas kesehatan.
Jika terdapat potensi defisit dalam skema JKN, Muttaqien menyebutkan tiga opsi kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan. Pasal 38 menyatakan bahwa jika aset Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan bernilai negatif, pemerintah dapat melakukan penyesuaian iuran, memberikan suntikan dana tambahan, dan/atau melakukan penyesuaian manfaat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ketiga opsi tersebut dapat dilakukan melalui simulasi teknokratis, identifikasi, dan mitigasi risiko yang diperlukan sehingga didapatkan kebijakan JKN terbaik untuk kepentingan masyarakat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel