OJK Pede Tak Ada Rem Kredit Meski Likuiditas Makin Ketat

Bisnis.com,16 Jul 2024, 10:09 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Ilustrasi layanan teknologi sektor perbankan. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan industri perbankan tetap optimistis terhadap kinerja kredit mereka pada tahun ini. Bahkan sejauh ini tidak ada perusahaan yang mengajukan revisi penurunan target kredit berdasarkan rencana bisnis bank (RBB).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa memasuki semester kedua 2024, perbankan masih optimistis dapat mencapai target yang ditetapkan.

"Hal ini tercermin dari target kredit dan dana pihak ketiga (DPK) tahun 2024 yang direvisi ke atas dan masih sejalan dengan proyeksi OJK awal tahun," kata Dian dalam jawaban tertulis pada Senin (15/7/2024).

OJK menargetkan kredit perbankan tumbuh 9%-11% sepanjang 2024. Seiring dengan optimisme penyaluran kredit, kualitas kredit juga diproyeksikan tetap terjaga. "Bahkan cenderung melandai dibandingkan tahun sebelumnya didukung oleh rasio kredit berisiko (loan at risk/LaR) yang juga mengalami penurunan," tambah Dian.

Berdasarkan data OJK, kredit mencatat pertumbuhan dobel digit sebesar 12,15% secara tahunan (year on year/yoy) pada Mei 2024. DPK juga tumbuh sebesar 8,63% yoy. Kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross sebesar 2,34% per Mei 2024, dan NPL net sebesar 0,79%. LaR perbankan berada di level 10,75%.

Namun, di tengah tantangan likuiditas akibat suku bunga acuan yang tinggi, beberapa bank seperti PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengerem ekspansi kredit mereka tahun ini.

Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, menyatakan bahwa tingginya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menekan biaya dana atau cost of fund perbankan, memaksa bank untuk terus menjaga cost of fund. "Hingga saat ini, CIMB Niaga masih membukukan pertumbuhan kredit yang positif sebesar 6%. Namun, kami mengerem ekspansi kredit di sejumlah segmen," ujar Lani.

Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, juga menyoroti tren suku bunga tinggi yang menyebabkan likuiditas menjadi mahal. "Pada kuartal I/2024, kredit kami tumbuh 14,8%, namun akan turun menjadi hanya 10%-11% pada akhir tahun karena likuiditas mahal. Kami tidak ingin menyalurkan kredit yang akhirnya merugi karena dana mahal," jelas Nixon.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, menambahkan bahwa dengan tren kenaikan suku bunga acuan, likuiditas bank menjadi mahal. "Ada beban cost of fund yang cukup signifikan," kata Amin. Ia juga menyebutkan bahwa permintaan kredit diprediksi tidak terlalu tinggi karena bank mulai lebih selektif.

Suku bunga acuan BI tetap tinggi, dengan BI mempertahankan suku bunga di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 Juni 2024. Sebelumnya, pada April 2024, BI menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) dari 6% ke 6,25%, kenaikan pertama sejak Oktober 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini