OJK: Aturan Transparansi Bunga Kredit dalam Tahap Harmonisasi di Kemenkumham

Bisnis.com,16 Jul 2024, 14:54 WIB
Penulis: Arlina Laras
Foto multiple exposure warga beraktivitas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Minggu (31/12/2023). Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa rancangan peraturan atau RPOJK mengenai transparansi suku bunga dasar kredit bagi Bank Umum Konvensional (BUK) sedang dalam tahap akhir harmonisasi di Kemenkumham. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan sesuai dengan POJK 37/2019 dan SEOJK 8/2020 mengenai ketentuan terkait SBDK yang saat ini masih berlaku, nasabah dapat melihat SBDK pada website dan papan pengumuman jaringan kantor bank. 

Sejalan dengan hal tersebut, bank-bank juga telah menginformasikan suku bunga yang ditawarkan atau suku bunga kredit (SBK) pada media yang sama. 

“Diharapkan [transparansi SDBK] dalam waktu dekat dapat diterbitkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (15/7/2024).

Sebagaimana diketahui, SBDK merupakan suku bunga terendah yang mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh.

Komponen SBDK terdiri dari Harga Pokok Dana Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana, biaya overhead, dan marjin keuntungan bank. 

Sementara itu dalam pengungkapan suku bunga kredit kepada OJK juga mencakup estimasi premi risiko yang tentunya akan disesuaikan dengan profil risiko masing-masing debitur. 

Kata Dian, melalui kebijakan tersebut, diharapkan persaingan suku bunga antar bank akan semakin sehat, bank terpacu untuk semakin efisien agar dapat menawarkan suku bunga yang lebih kompetitif. 

Sementara itu, bagi masyarakat sendiri kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan literasi masyarakat sehingga dapat memahami dan membandingkan SBDK antar bank dan pada akhirnya akan menciptakan mekanisme pasar yang baik. 

“OJK juga akan terus melakukan pengawasan khususnya terkait tata kelola pelaporan dan perhitungan komponen pembentuk SBDK tersebut,” ucap Dian.

Untuk diketahui, aturan ini sebenarnya telah mengemuka di publik sejak pertengahan 2023. Akan tetapi, perilisan kebijakan ini justru molor dari waktu yang ditargetkan untuk rampung dan siap diterbitkan pada akhir 2023. 

Saat itu, aturan ini mencuat di tengah upaya pengendalian margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan yang dinilai masih tinggi dan terus naik.   

NIM sendiri merupakan selisih antara suku bunga kredit yang diberikan perbankan dengan suku bunga yang dibayarkan kepada pemilik dana pihak ketiga (DPK) dalam bentuk simpanan atau pinjaman dana dari pihak lainnya.  

Makin besar angka NIM mengindikasikan bahwa potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan semakin besar. 

Melansir data The Global Economy, sepanjang tahun 2021 posisi NIM perbankan RI berada di urutan ke-31 secara global sebesar 5,06%.

Di wilayah se-Asia Tenggara, posisi NIM perbankan RI duduk pada urutan kedua atau mengekor di belakang Kamboja dengan margin bunga bersih pada 2021 sebesar 5,35% atau selisih 29 basis poin (bps).

Adapun, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, NIM perbankan saat ini mencapai 4,56% per April 2024, turun dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 4,59%. Secara tahunan, NIM juga terpantau turun 21 basis poin (bps) dari sebelumnya 4,77% per April 2023.

Sebelumnya, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan juga mengamini tujuan dari aturan ini untuk mengendalikan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) dan makin membuat nasabah teredukasi soal komponen dalam penetapan suku bunga.

Trioksa menyebut transparansi akan membuat masyarakat memilih bunga yang rendah, hingga tercipta efisiensi dan NIM yang terkendali.

Akan tetapi, dia mengingatkan, di tengah proses perilisan aturan baru ini, regulator perlu menaruh perhatian dalam mekanisme aturan seberapa jauh transparansi yang perlu dipublikasikan perbankan.  

"Sehingga ketika publikasi dilakukan tidak membuat yang rahasia di bank juga diketahui oleh masyarakat, [perlu diatur] seberapa detail komponen yang perlu dipublikasikan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini