Bisnis.com, JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) periode Juli 2024 kembali menahan suku bunga acuan BI Rate sebesar 6,25%. Level suku bunga yang dipertahankan sejak April 2024, menyamai level tinggi sejak pertengahan 2016. Era suku bunga tinggi ini membuat biaya dana (cost of fund/CoF) perbankan ikut terkerek.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang menyampaikan bahwa meningkatnya suku bunga acuan berdampak bagi peningkatan biaya dana perbankan atau biaya bunga DPK.
“Di sisi lain, perbankan Indonesia lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga kredit, meskipun suku bunga dana cenderung meningkat, sehingga dapat menyebabkan tekanan pada profitabilitas perbankan,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.
Namun, kata Dian, mengingat profitabilitas perbankan dan masih didukung oleh pertumbuhan kredit, alhasil tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) dan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) industri perbankan masih tergolong tinggi meskipun mengalami sedikit penurunan.
Adapun, dari sisi bankir, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan mengharapkan ke depan suku bunga acuan dapat turun, hal ini lantaran dirasa dapat menurunkan biaya dana (CoF) dan menaikkan animo pinjaman.
“[Dengan] suku bunga acuan bisa benar-benar turun, [agar] lebih menurunkan CoF dan menaikkan animo loan jika harga bisa lebih murah,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (17/7/2024).
Berdasarkan presentasi perusahaan, CoF deposit CIMB Niaga berada di level 3,41% pada Maret 2024, naik 62 bps dari periode yang sama tahun sebelumnya 2,79%. Sementara secara QoQ naik 24 bps. Adapun, net interest margin (NIM) perusahaan pada kuartal I/2024 mencapai 4,2%, turun 51 bps secara tahunan (yoy) ketimbang sebelumnya 4,71%.
Dengan kondisi tersebut, akhirnya mengharuskan bank untuk turut memonitor performa kreditnya. Saat ini, CIMB Niaga masih membukukan pertumbuhan kredit yang positif sebesar 6%. Meski begitu, bank mengerem ekspansi kredit di sejumlah segmen.
"Dari target awal, ada penurunan di kredit korporasi yang masih terkendala karena faktor suku bunga yang relatif masih tinggi," kata Lani.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu juga berharap cost of fund bisa turun. “Mudah-mudahan bisa turun lagi CoF walaupun [proyeksi penurunan bunga acuan] kecil ya,” ujarnya.
Alhasil, saat ini Dirut menyampaikan bahwa BTN memilih tidak menetapkan target penyaluran kredit yang setara atau lebih tinggi dari pencapaian kuartal I/2024. Perusahaan menetapkan pertumbuhan target kredit ke level 10-11% hingga akhir tahun.
“[Ini] karena likuiditas yang cukup mahal. [BTN] mulai menurunkan ekspansi kredit, karena biaya dana [cost of fund] bunganya masih sangat mahal. dan kita belum tahu kapan [suku bunga acuan] turun, kehati-hatian di situasi ini penting sekali,” ujarnya.
Berdasarkan presentasi perusahaan, CoF BTN per Maret 2024 mencapai 4,2%, angka ini naik 60 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun lalu yakni 3,6%.
Sebagaimana diketaui, dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16 dan 17 Juli 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut keputusan ini memperhatikan kondisi eksternal, juga mempertimbangkan data di dalam negeri yang didukung konsumi dan investasi.
Dia juga menyebut peningkatan stimulus dan kinerja ekspor juga membuat kinerja ekonomi membaik. Kondisi ini membuat keyakinan Bank Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi tetap berada pada level 4,7%-5,5%. Meski demikian Bank Indonesia memperkirakan defisit neraca pembayaran pada triwulan II/2024 masih akan terjadi, meski dalam pada posisi rendah.
Lebih lanjut, Perry menyebut bahwa BI tidak mengubah rencana penurunan suku bunga acuan atau BI Rate, yakni tetap pada kuartal IV/2024.
Perry menyampaikan pihaknya masih melihat ruang penurunan suku bunga sejalan dengan kondisi FFR di Amerika Serikat serta terus memantau US Treasury, serta kinerja dolar AS
“Arah BI Rate akan turun kemungkinan masih sama, yaitu pada kuartal IV/2024, dan kemungkinan FFR memang maju,” ungkapnya.
Adapun, bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) membuka peluang penurunan fed fund rate (FFR) lebih cepat dari proyeksi sebelumnya di akhir 2024. Perry menyampaikan pihaknya melihat FFR akan turun lebih cepat dari semula Desember 2024, menjadi November 2024.
“Semula FFR itu kami perkirakan baru turun Desember, ada probabilitas yang semakin besar bisa maju ke November. Kami belum berani mengatakan akan maju ke September, meskipun pasar ada yang memperkirakan ke September,” ujar Perry.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global, dalam hal ini inflasi di AS yang lebih rendah dari perkiraan mendorong proyeksi penurunan FFR yang lebih cepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel