Bisnis.com, WAINGAPU – Kemenangan Donald Trump menjelang kontestasi pemilihan presiden Amerika (Pilpres AS) pada November 2024 sudah di depan mata berdasarkan survei yang disertai mundurnya pesaing abadi Joe Biden. Bagaimana sentimen terhadap nilai tukar rupiah?
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan kontestasi Pilpres AS pada kali ini berbeda dengan fenomena ketika Donald Trump mencalonkan pada 2016.
Dia mengatakan kala itu, Donald Trump diyakini publik Amerika hingga dunia tidak akan menang, tetapi hasil Pilpres AS 2024 berkata sebaliknya.
“Sampai detik terkahir Trump diyakini kalah pada 2016, tapi tiba-tiba hasilnya menang. Ini mengangetkan dunia,” ujarnya dalam diskusi dengan editor media di Waingapu, Senin (23/7/2024).
Namun, sambungnya, pada pilpres kali ini Trump justru diprediksi akan menang dibandingkan dengan pesaingnya, Joe Biden, meskipun akhirnya mundur dan digantikan oleh Kamala Haris.
Akan tetapi, ungkapnya, kemenangan Trump tidak akan berpengaruh besar pada gejolak di pasar uang, begitu juga dengan nilai tukar rupiah. Menurut Denny, kebijakan di pasar uang akan lebih besar dipengaruhi oleh Federal Reserve (The Fed).
“Semua bisa memperkirakan Trump akan menang, sehingga diyakini kebijakan The Fed di pasar uang akan lebih banyak pengaruh ke pasar uang ketimbang terpilihnya Trump, ini cerita berbeda 2016 dengan sekarang,” tuturnya.
Denny menyampaikan pengaruh The Fed akan terasa pada akhir kuartal III dan kuartal IV ketika ramalan penurunan suku bunga terbukti. Hal itu, sambungnya, akan membawa dampak positif pada pasar uang dunia, termasuk Indonesia.
“The Fed diyakini akan menurunkan suku bunga pada September sekali, kuartal IV/2024 sebanyak sekali. Suku bunga negara maju juga akan turun, turunnya kapan? Tahun depan akan turun. Euro sudah turun sekali, periode ini sisi pasar uang akan melihat banyak terjadi sentimen risk on,” terangnya.
Risk on adalah kondisi pasar yang menunjukkan bahwa pelaku pasar sedang optimistis terhadap prospek dan kondisi perekonomian yang semakin membaik.
Dampaknya akan menyebabkan emerging market termasuk capital inflow di Indonesia akan lebih baik dari pada sebelumnya.
“Potensi rupiah menguat sangat terbuka. Bunga peak akan turun, kita lihat 2024,” kata Danny.
Lantas, apakah suku bunga acuan Bank Indonesia akan turun? Denny tidak dapat memastikan secara langsung. Dia menyampaikan kenaikan kenaikan BI Rate bila dibandingkan dengan Fed Rate berbeda jauh.
“Sebelum Covid 2019, FFR [Fed Fund Rate] itu 0,25%. Lalu pada 2020 itu inlfasi [Amerika] di atas 9%, kemudian menaikkan bunga 5,25%. Ini setara 2.000%. sedangkan persentasenya kita [BI Rate] dari 3,5%, sekarang 6,25%.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel