Bocoran Aturan Hapus Buku dari OJK saat Alarm Kredit Macet UMKM Menyala

Bisnis.com,22 Jul 2024, 08:30 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Karyawati beraktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Senin (18/12/2023). Bisnis/Arief Hermawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), termasuk kredit macet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), kian menanjak imbas kondisi bisnis tak menentu kala pandemi Covid-19.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan aturan yang di antaranya terkait hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.

Berdasarkan data OJK, pada Mei 2024, rasio NPL UMKM mencapai level 4,27%, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya atau April 2024 di level 4,26%. NPL UMKM juga membengkak cukup tinggi sepanjang tahun berjalan atau dibandingkan Desember 2023 yang masih di level 3,71%.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia ( LPPI ) Amin Nurdin mengatakan kondisi membengkaknya NPL UMKM terjadi saat UMKM belum 100% pulih pasca Covid-19.

"Bank pun jadi lebih berhati-hati karena kondisi tersebut," katanya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu. 

Seiring dengan membengkaknya kredit macet UMKM, memang terdapat usulan adanya langkah hapus buku dan hapus tagih. Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sarmuji mengatakan berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 membawa konsekuensi bagi bank.

"Saya khawatir karena UMKM yang lahir atau diberikan kredit pada pandemi mendapatkan situasi sulit, mereka potensi gagalnya besar," ujarnya saat rapat dengar pendapat di DPR RI pada 8 Juli 2024. 

Syarat Hapus Buku dan Hapus Tagih Kredit 

Menurutnya, UMKM sulit membayar kredit karena situasi yang tidak bisa dikendalikan seperti dampak pandemi Covid-19. Dia menilai hal itu bukan karena kesengajaan, tapi karena memang tidak bisa untuk lanjut.

"Kalau tidak ada keputusan [dari bank] itu larut dan tidak pernah selesai," tuturnya.

Komisi VI mengusulkan agar bank menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM. Kebijakan tersebut dapat diterapkan dengan syarat yang sangat selektif, melalui verifikasi, terutama bagi nasabah yang nilai pinjamannya kecil, dari Rp25 juta, maksimal Rp50 juta. 

Dia mengingatkan harus ada kejelasan nasib UMKM yang memiliki tunggakan di bank. Sebab, dengan beban kredit macet di bank, UMKM tidak bisa menjalankan bisnisnya lagi.

"Sepanjang tanggungan merek tidak dibayar padahal gagal karena pandemi atau bencana, mereka [UMKM] tidak bisa lagi mencoba bisnis karena utang yang memang tidak bisa dibayar," kata Sarmuji.

Terlebih, menurutnya, pihak bank sudah mempunyai cadangan yang kuat dalam menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet.

Bocoran Rancangan Aturan dari OJK

OJK sendiri memang telah menggodok kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM itu. Terdapat draf Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Tentang Pemberian Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM.

Dalam aturan itu, Bab VII membahas mengenai hapus buku dan hapus tagih pembiayaan UMKM. Di Pasal 28 dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM, lembaga jasa keuangan dapat melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan atas piutang macet.

Kemudian di Pasal 29, lembaga jasa keuangan wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih pembiayaan UMKM yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.

Kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih paling sedikit memenuhi

1. Kriteria dan persyaratan pembiayaan yang dapat dilakukan hapus buku dan hapus tagih;

2. Limit pembiayaan yang dapat dilakukan hapus buku dan hapus tagih;

2. Kewenangan persetujuan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih; dan

4. Tata cara pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih.

Di Pasal 30 dijelaskan juga bahwa lembaga jasa keuangan wajib mengadministrasikan data dan informasi mengenai pembiayaan yang telah dilakukan hapus buku dan hapus tagih.

Lalu, di Pasal 31 dijelaskan bagi lembaga jasa keuangan milik pemerintah yang melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih dilakukan dengan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun, yang dimaksud sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) serta ketentuan pelaksanaannya.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan sebenarnya hapus buku dan hapus tagihan kredit macet UMKM telah wajar dilakukan oleh perbankan swasta pada umumnya.

Akan tetapi, hal yang membuat ini menjadi tantangan saat aturan ini diimplementasikan adalah bagi bank BUMN.

“Ini kan masalahnya, Himbara [himpunan bank milik negara] itu kan milik pemerintah, itu kan ada komponen uang negara yang disisihkan, [misal] kekayaan negara yang disisihkan, [artinya] ini yang selalu menimbulkan situasi yang berat buat bank-bank BUMN,” ucapnya. 

Menurut Dian, hal ini menjadi isu utama lantaran jangan sampai Himbara pada saat melakukan hapus buku dan hapus tagih dianggap merugikan negara. 

“Nah, itu yang mereka [Himbara] takut, itu sebetulnya yang jadi isu utama, sehingga kalau bank-bank swasta ya tiap hari mungkin melakukan hapus buku,” tambahnya.

Alhasil, aturan itu dimaksudkan untuk merespons kesulitan bank BUMN atau bank miliki pemerintah dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM. 

Khusus bagi bank BUMN, penghapus bukuan kredit UMKM bukan lagi menjadi kerugian keuangan negara, tetapi kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.

Sebagaimana diketahui, hapus buku ini tidak menghilangkan kewajiban nasabah untuk membayar utang yang sudah dijalankan.  

Sementara itu, aturan hapus tagih alias pemutihan adalah sebuah penghapusan tagihan yang dapat memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memulihkan reputasi mereka dan mendapat kredit baru kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini