Bisnis.com, JAKARTA— Industri fintech peer to peer (P2P) lending atau yang lebih sering disebut pinjaman online (pinjol) optimistis rancangan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait dengan kenaikan batas pinjaman ke sektor produktif bisa meningkatkan pembiayaan produktif yang merosot pada empat bulan terakhir.
Berdasarkan aturan saat ini, penyelenggara fintech P2P lending hanya dapat menyalurkan pinjaman paling besar Rp2 miliar ke sektor produktif.
Pinjaman kepada sektor produktif yang dimaksud adalah pembiayaan untuk usaha yang menghasilkan barang atau jasa termasuk usaha yang memberikan nilai tambah, contohnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang membutuhkan pinjaman modal usaha atau membantu cash flow perusahaan.
Pada akhirnya, rencana kenaikan batas atas pinjaman ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia.
“Kami optimis bahwa [rencana] aturan baru OJK ini dapat mendorong penyaluran fintech lending ke sektor produktif,” Direktur Eksekutif AFPI Yasmine Meylia Sembiring kepada Bisnis pada Senin (22/7/2024).
Yasmine mengatakan pihaknya juga berkomitmen untuk mendukung efektivitas aturan tersebut melalui upaya-upaya komprehensif, seperti penguatan sinergi antara penyelenggara, asosiasi, dan regulator dalam pengembangan produk dan layanan sesuai kebutuhan sektor produktif.
Pihaknya juga akan mendukung peningkatan edukasi dan literasi bagi pelaku usaha di sektor produktif tentang fintech lending.
Dari sisi penyelenggara, fintech P2P lending Modalku menyambut baik rencana kenaikan limit pendanaan di atas Rp2 miliar.
Country Head Modalku Arthur Adisusanto mengatakan aturan tersebut sebagai langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan dana yang lebih besar bagi pelaku UMKM di segmen menengah terutama yang sudah berbadan usaha.
“Menurut kami rencana untuk meningkatkan limit ini bisa menjadi langkah awal yang berdampak positif terhadap pertumbuhan pendanaan industri fintech lending. Selain itu, bisa juga menjadi sebuah pertimbangan untuk mendongkrak pembiayaan produktif ini melalui beberapa alternatif seperti mengkaji limit atas biaya pinjaman untuk mendukung UMKM dengan profil risiko yang cenderung tinggi,” katanya saat dihubungi Bisnis pada Senin (22/7/2024).
Namun demikian, Arthur mengatakan pihaknya juga sadar akan pentingnya mengimbangi langkah ini dengan penerapan praktik manajemen risiko yang ketat. Pasalnya dengan pendanaan yang besar maka risikonya pun semakin besar.
Menurutnya peluncuran produk asuransi kredit yang cocok untuk fintech lending juga bisa menjadi pertimbangan untuk mengakomodir kebutuhan rasa aman pemberi dana dalam bertransaksi.
“Namun, kami juga akan kembalikan kepada kebijakan dari OJK yang mampu menciptakan ekosistem fintech lending yang lebih sehat, terutama di sektor produktif,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Marketing PT Astra Welab Digital Arta atau Maucash Indra Suryawan melihat bahwa inisiatif regulator untuk menaikan batas atas pinjaman merupakan hal yang baik. Pasalnya aturan tersebut memberikan kesempatan industri-industri untuk tumbuh.
“Jadi, ini merupakan hal yang positif buat pelaku di industri dan asosiasi merespons dengan baik,” kata Indra ditemui usai Astra Financial Talks Sesi 1 di VIP Lounge Main Booth Astra Financial Hall 7 ICE BSD, Tangerang Senin (22/7/2024).
Sebagai platform yang juga pernah didominasi oleh sektor konsumtif, Indra mengatakan bahwa sektor produktif merupakan sektor yang menarik lantaran peluangnya yang besar.
Meskipun beberapa bulan terakhir pinjaman ke sektor tersebut merosot, dia melihat sampai dengan akhir 2024 dapat meningkat.
Sampai dengan Juni 2024, Maucash telah menyalurkan pinjaman senilai Rp5,3 triliun. Adapun sektor produktif masih mendominasi pinjaman platform sekitar 80%.
Senada, Group CEO & Co-Founder PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia atau Akseleran Ivan Nikolas Tambunan berpendapat kenaikan batas ini akan mendorong penyaluran lebih besar.
“Karena artinya kami bisa layani borrower usaha menengah lebih banyak dan dengan volume yang juga lebih besar,” kata Ivan saat dikonfirmasi pada Senin (22/7/2024).
Ivan mengatakan beberapa tahun terakhir pihaknya memang menyampaikan ke regulator agar batas pendanaan khusus produktif (pendanaan usaha) bisa dinaikkan jadi paling tidak di Rp10 miliar. Terlebih pelaku usaha bukan hanya kecil dan mikro saja, tetapi juga ada usaha yang menengah di mana membutuhkan pendanaan lebih tinggi.
“Itu bisa punya ekuitas sampai dengan Rp10 miliar, dan omzet usaha sampai dengan Rp50 miliar per tahun. Nah, usaha yang omzetnya sampai dengan Rp50 miliar per tahun tentu butuh modal kerja tambahan lebih dari Rp2 miliar, dan dalam pandangan kami kebutuhan modal kerja tambahannya ini bisa sampai Rp10-15 miliar,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel