Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak segan memutus kerja sama dengan rumah sakit (RS) yang terindikasi melakukan kecurangan (fraud) dalam klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hingga kini, BPJS Kesehatan telah memutus kerja sama dengan lebih dari lima rumah sakit terkait kasus fraud atau klaim fiktif.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa total biaya pelayanan kesehatan mencapai Rp158 triliun pada tahun 2023. "Sudah beberapa RS diputus kerja sama dengan BPJS Kesehatan, angka persisnya lupa, tetapi yang jelas lebih dari lima RS," kata Ghufron kepada Bisnis, Rabu (24/7/2024).
Ghufron menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan berusaha amanat dalam mengelola dana peserta JKN dan berupaya membayar tepat waktu. Namun, dia mengakui bahwa perlu ada peningkatan dalam pencegahan, deteksi, dan penanganan fraud.
Hasil audit Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN), yang terdiri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS Kesehatan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), menemukan indikasi kecurangan di enam rumah sakit di tiga provinsi. Tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatera Utara terindikasi melakukan fraud atas klaim JKN.
Modus yang digunakan di antaranya adalah phantom billing, yaitu rekayasa seluruh dokumen pendukung klaim JKN. Satu rumah sakit di Jawa Tengah terindikasi memiliki klaim fiktif senilai Rp20–30 miliar, sementara dua rumah sakit di Sumatera Utara terindikasi melakukan fraud senilai Rp1–3 miliar dan Rp4–10 miliar.
Tim gabungan mencatat delapan modus yang digunakan oknum untuk melakukan praktik fraud atas pembayaran klaim JKN, dengan dua modus terbesar adalah phantom billing dan manipulation diagnosis. Phantom billing merujuk pada klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan, sedangkan manipulation diagnosis dilakukan dengan memberikan diagnosis yang berbeda dari hasil pemeriksaan untuk mendapatkan klaim yang lebih tinggi. Enam modus lainnya termasuk self-referrals, upcoding, repeat billing, fragmentation, serta suap/gratifikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel