Tarif Batas Atas Kerja Sama BPJS Kesehatan-Asuransi Swasta jadi Sorotan

Bisnis.com,25 Jul 2024, 16:20 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan melayani peserta di salah satu kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku asuransi menyoroti penetapan tarif batas atas Rumah Sakit (RS) terkait dengan kerja sama BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta sebagai asuransi tambahan perawatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Dengan asuransi tambahan, peserta JKN bisa upgrade atau meningkatkan layanan lebih tinggi dari tingkatnya atau hak yang didapatkan. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan.

Pasal 51 Ayat (1) berbunyi peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya, termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan. 

Peserta dapat meningkatkan pelayanan dengan membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan tersebut. Selain asuransi tambahan, selisih biaya sejatinya dapat dibayar oleh pemberi kerja serta peserta yang bersangkutan. 

PT Asuransi Allianz Life Indonesia (Allianz Life) menilai penerapan tarif maksimum akan mengatur koordinasi manfaat asuransi kesehatan dari sisi klaim dengan baik.

Namun demikian, Head of Cost Containment, TPA Management & Network Provider Allianz Life Indonesia Steve Sutanto menyebut pihaknya masih masih memonitor perkembangan usulan penerapan tarif batas atas tersebut. 

“Di saat bersamaan, kami juga melakukan koordinasi secara internal, agar ketika peraturannya diterapkan kami siap menjalankannya,” kata Steve kepada Bisnis pada Kamis (25/7/2024). 

Allianz Life menjadi salah satu perusahaan asuransi swasta yang masih menjalin kerja sama Coordinate of Benefit (CoB) atau koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan.

Menurutnya, kerja sama ini masih berjalan dengan beberapa grup rumah sakit yang telah sepakat menyediakan layanan CoB untuk nasabah asuransi kesehatan tambahan yang juga memiliki BPJS Kesehatan. 

“Allianz selalu berupaya agar nasabah kami mendapatkan solusi dan layanan terbaik sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” katanya. 

Steve menjelaskan layanan CoB sejauh ini melengkapi pelayanan fasilitas pasien BPJS Kesehatan yang juga memiliki asuransi kesehatan dari Allianz, di jaringan rumah sakit rekanan.

Pasien BPJS Kesehatan yang memiliki asuransi kesehatan tambahan dari Allianz tidak perlu membayar selisih biaya yang timbul ketika ada permintaan untuk naik kelas perawatan di RS. 

“Selisih biaya yang timbul ini akan langsung ditagihkan oleh Rumah Sakit kepada Allianz [untuk fasilitas cashless], sesuai dengan syarat dan kondisi serta batasan jaminan polis,”kata Steve. 

Steve berharap ke depan regulasi dan skema yang diterapkan dalam koordinasi manfaat BPJS Kesehatan dan asuransi swasta dapat menguntungkan semua pihak yang terlibat, baik dari nasabah/pasien, RS, BPJS Kesehatan, dan perusahaan asuransi tambahan.

Diketahui, aturan terkait dengan asuransi tambahan tersebut tengah kembali digodok di tengah pelaksanaan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada tahun depan. 

“Kerja sama ini dapat memberikan nilai tambah bagi nasabah asuransi kesehatan Allianz yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Hal sejalan dengan komitmen Allianz Indonesia untuk menyediakan perlindungan asuransi kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia,” ungkapnya.

 Di sisi lain, perusahaan asuransi umum PT Asuransi Sinar Mas (ASM) melihat bahwa penetapan tarif maksimum kerja sama BPJS Kesehatan dengan asuransi tambahan dapat mencegah overtreatment yang dilakukan oleh RS. 

“Kami senang banget, kalau Kemenkes mau bikin aturan, terhadap rumah sakit, supaya rumah sakit punya harga yang pas. Contohnya kalau kita ke Singapura, kalau berobat kan udah ketahuan di layar ini berapa, konsultasi maksimum berapa, biaya ini berapa gitu kan,” kata Direktur Asuransi Sinar Mas Dumasi Marisina M. Samosir ditemui beberapa waktu lalu di Plaza Simas, Jakarta Pusat. 

Dumasi menambahkan idealnya apabila naik kelas ke VIP yang naik juga hanya biaya kamar dan layanannya. Sementara untuk layanan medisnya tidak naik, termasuk obat.

Dengan demikian, pihaknya mendukung apabila pemerintah akan mengatur batas atas maksimum untuk mendukung kerja sama BPJS Kesehatan dengan asuransi tambahan pasca penetapan KRIS.  

Pihaknya juga masih mendukung BPJS Kesehatan sebagai pembayar utama atau first buyer dalam skema kerja sama tersebut. 

“Kalau ada aturan, INA-CBG patokannya segini, setidaknya para rumah sakit itu patuh. Kalau kami kan fee for services, artinya kalau masuk RS, kami harus membayar sebesar yang diberikan RS. Dan rumah sakit akan jor joran biaya pengobatannya, itu yang dikhawatirkan,” kata Dumasi. 

Penyebab Kerja Sama BPJS-RS Swasta Belum Optimal 

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir melihat ada empat hal yang membuat kerja sama antara BPJS Kesehatan dan asuransi belum optimal.

Pertama, masih belum adanya regulasi teknis pelaksanaan kebijakan Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) dengan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT). Kedua, lanjut dia, masih belum ada skema cost sharing antara AKT dengan BPJS Kesehatan. 

Kedua, skema penjaminan masih menjadi tantangan karena perbedaan skema penjaminan, AKT sebagian besar menggunakan skema indemnity, sementara BPJS Kesehatan menggunakan skema managed care. 

Terakhir, masih belum ada kebijakan pola tarif kerja sama antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Pihaknya pun meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan tarif maksimum kepada RS. 

Menurut Abdul, penetapan tarif tersebut untuk menghindari adanya fraud dalam penyelenggaraan KAPJ dengan AKT tersebut. 

“Kami harapkan Kemenkes menetapkan standar biaya tertinggi untuk setiap RS karena bilamana tidak, RS akan bisa terjadi fraud apabila tidak ada penentuan tarif ini,” kata Abdul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (6/6/2025).

Abdul mengatakan pihaknya juga merekomendasikan BPJS Kesehatan bersama stakeholder terkait untuk menyusun pengaturan terkait dengan interoperabilitas dan keterbukaan data pembayaran dengan sistem one bilingual antara asuransi swasta  dan BPJS Kesehatan. 

Selain itu, melakukan sosialisasi dan sistem monitoring yang efektif kepada asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan dalam pelaksanaan kerja asrama guna meminimalisir terjadinya double claim, out of pocket, dan potensi fraud.

Terakhir membentuk kelompok kerja (Pokja) antara stakeholder terkait, untuk dapat menindaklanjuti usulan-usulan konstruktif sehingga mempercepat terbitnya regulasi khusus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini