OJK Hormati Keputusan MA soal Gugatan Praktik Pinjaman Online

Bisnis.com,25 Jul 2024, 11:08 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Warga mencari informasi tentang pinjaman oniline di Jakarta, Rabu (10/1/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tanggapan atas keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan yang diajukan oleh 19 warga melalui citizen lawsuit terkait dengan pinjaman online (pinjol) pada 24 April 2024. 

Dalam amar keputusan tersebut salah satunya, MA meminta OJK sebagai salah satu tergugat untuk membuat peraturan dan memperkuat pengawasan untuk menjamin pelindungan hukum bagi seluruh pengguna aplikasi pinjaman online dan masyarakat.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Aman Santosa mengungkap pihaknya menghormati keputusan tersebut. Dia memastikan regulator telah dan terus melakukan upaya penguatan industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau dikenal sebagai fintech Peer to Peer lending (P2P lending) serta pelindungan konsumen dan masyarakat. 

“Salah satunya dengan mengeluarkan berbagai ketentuan dan roadmap LPBBTI 2023–2028 yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan, mendorong industri agar dapat berkembang secara sehat, berintegritas dan kontributif, serta memperkuat pelindungan konsumen,” kata Aman dalam keterangan resminya dikutip Kamis (25/7/2024). 

Tidak hanya sampai disitu, Aman menambahkan OJK juga telah menerbitkan aturan mengenai fintech P2P lending yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 serta SEOJK Nomor 19 Tahun 2023.

Dalam aturan tersebut memuat analisis pendanaan/proses uji kelayakan pengajuan pinjaman dengan memperhatikan kemampuan keuangan yang dimiliki oleh penerima dana. 

Selain itu, penyelenggara fintech P2P lending wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan dalam memfasilitasi pendanaan.

Manfaat ekonomi yang dikenakan oleh penyelenggara adalah tingkat imbal hasil, termasuk bunga, biaya administrasi, biaya lainnya, pajak, hingga denda. Adapun manfaat ekonomi yang tadinya 0,4% per hari menjadi 0,1% per hari untuk pendanaan produktif dan 0,3% untuk pendanaan konsumtif.

Aman menambahkan melalui aturan regulator juga telah menetapkanembatasan akses data berupa kamera, microphone, dan lokasi. Hal tersebut mencegah penyelenggara bisa mengakses data lainnya di handphone nasabah. Ada pula diatur muatan isi minimum perjanjian dalam rangka transparansi dan pelindungan hak-hak pengguna.

Terakhir pengenaan sanksi administratif terhadap enyelenggara fintech P2P lending yang melanggar ketentuan aspek kepatuhan terhadap POJK tersebut.

Selain itu, OJK juga telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Mengingatkan dan meminta penyelenggara fintech P2P lending dan Asosiasi fintech P2P lending untuk melakukan langkah-langkah dan mitigasi risiko yang diperlukan agar produk atau layanan keuangan fintech P2P lending tidak digunakan sebagai sarana kejahatan ekonomi seperti judi online, pencucian uang, pendanaan terorisme, pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, maupun tindak kejahatan ekonomi lainnya.

  2. Meminta penyelenggara fintech P2P lending dan Asosiasi fintech P2P lending untuk memuat pernyataan peringatan kepada konsumen dengan menggunakan huruf kapital yang dapat menarik perhatian pembaca pada laman utama yang langsung dapat terlihat pada halaman website maupun aplikasi.

  3. Sedang menyusun peraturan tentang industri fintech P2P lending (Rancangan POJK) sebagai penyempurnaan atas regulasi sebelumnya yang berisi antara lain penguatan kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola (antara lain larangan pemegang saham pengendali/mayoritas sebagai pengelola/direksi Penyelenggara) dan pelindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif dan UMKM.

Terkait Pelindungan Konsumen dan masyarakat, OJK menerbitkan POJK Nomor 22 tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Dalam aturan tersebut, OJK mengatur beberapa hal seperti:

  1. Kewajiban menjaga kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi Konsumen;

  2. Larangan membuat dan menggunakan perjanjian baku yang memuat klausul eksonerasi/eksemsi;

  3. Sanksi atas penyebaran data pribadi;

  4. Kewajiban PUJK memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada Konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
    a. tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Konsumen;
    b. tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
    c. tidak kepada pihak selain Konsumen;
    d. tidak secara mengganggu;
    e. terus menerus yang bersifat di tempat alamat penagihan atau domisili Konsumen;
    f. hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat; dan
    g. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
  5. Sanksi kepada PUJK yang melanggar ketentuan pelindungan Konsumen.

Aman menambahkan upaya penegakan ketentuan dan melindungi konsumen serta masyarakat, OJK telah melaksanakan off-site dan on-site supervision terhadap Penyelenggara fintech P2P lending.

Adapun sejak 2020 hingga 12 Juli 2024, OJK telah mencabut 66 izin usaha penyelenggara fintech P2P lending. Pada periode Januari 2024 sampai dengan Juni 2024 OJK telah mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara fintech P2P lending yang terdiri dari 196 sanksi peringatan tertulis, 166 sanksi denda, 7 sanksi pembatasan kegiatan usaha, dan satu pihak utama yang telah dikenakan sanksi penilaian kembali bagi pihak utama serta terhadap 2 dua penyelenggara fintech P2P lending. 

“OJK telah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti lebih lanjut,” kata Aman. 

Selanjutnya OJK juga telah melakukan moratorium perizinan baru penyelenggara fintech P2P lending sejak tahun 2020.

Di sisi lain, dalam mengoptimalkan pemberantasan pinjol ilegal, OJK bersama dengan 15 Kementerian dan Lembaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI (sebelumnya disebut sebagai Satgas Waspada Investasi) sejak 2017 hingga Juni 2024, telah menghentikan 8.271 entitas pinjaman online ilegal.

“OJK mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati, waspada, dan tidak menggunakan pinjaman online ilegal karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam,” tutur Aman. 

Masyarakat yang mengetahui informasi tentang penawaran investasi, penghimpunan dan pengelolaan dana yang mencurigakan atau diduga ilegal serta memberikan iming-iming imbal hasil/bunga yang tinggi (tidak logis) untuk melaporkan kepada Satgas PASTI melalui email satgaspasti@ojk.go.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini