Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan merespons temuan Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) yang terdiri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS Kesehatan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dugaan fraud klaim JKN yang merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Ketua Dewas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menyatakan kekhawatirannya terhadap fraud yang terus berulang. Dia menilai lemahnya sanksi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya klaim fiktif dalam program JKN.
“Kejadian berulang karena masih lemahnya sanksi yang diberikan,” kata Kadir kepada Bisnis pada Kamis (25/7/2024).
Kadir berharap tim penanganan kecurangan dapat menyusun regulasi yang lebih tegas, baik dalam ranah perdata maupun pidana, untuk memberikan efek jera kepada rumah sakit yang melakukan fraud.
“Jika kejadian ini terus berulang, ketahanan Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS Kesehatan bisa terancam. Jika dana DJS tergerus, BPJS Kesehatan bisa mengalami defisit dan gagal bayar,” tambahnya.
Dewas BPJS Kesehatan telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada direksi BPJS Kesehatan, di antaranya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan digitalisasi verifikasi klaim untuk mendeteksi potensi fraud.
“Direksi juga perlu meningkatkan kegiatan audit medik untuk mendeteksi adanya fraud di fasilitas kesehatan (faskes),” ujar Kadir.
Selain itu, dalam perjanjian kerja sama dengan faskes, direksi faskes harus bertanggung jawab secara perdata dan pidana jika memberikan data atau keterangan yang tidak benar serta terlibat dalam tindakan fraud.
Dalam audit Tim PK-JKN terhadap enam rumah sakit di tiga provinsi, ditemukan tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatera Utara yang terindikasi melakukan fraud klaim JKN. Oknum di ketiga rumah sakit ini diduga menggunakan modus phantom billing, atau merekayasa seluruh dokumen pendukung klaim JKN.
Rinciannya, satu rumah sakit di Jawa Tengah terindikasi memiliki klaim fiktif senilai Rp20-30 miliar, satu rumah sakit di Sumatera Utara terindikasi fraud Rp1-3 miliar, dan satu rumah sakit lainnya di Sumatera Utara terindikasi fraud Rp4-10 miliar.
Setidaknya ada delapan modus yang digunakan oleh para oknum untuk melakukan praktik fraud atas pembayaran klaim JKN, namun dua modus terbesar yang paling sering digunakan adalah phantom billing dan manipulation diagnosis. Phantom billing merujuk pada praktik klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan, sementara manipulation diagnosis dilakukan dengan memberikan diagnosis yang berbeda dari hasil pemeriksaan untuk mendapatkan klaim yang lebih tinggi.
Enam modus lainnya termasuk self-referrals, upcoding, repeat billing, fragmentation, suap/gratifikasi, dan iur biaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel