Bisnis.com, JAKARTA – Rapor merah pengangguran Amerika Serikat (AS) sekaligus menjadi sinyal ancaman resesi negeri Paman Sam tidak serta-merta menjadi kabar buruk. Peristiwa itu justru dapat menjadi momentum pelonggaran moneter AS.
Seperti diketahui, angka pengangguran Amerika di luar dari ekspektasi para ekonomi dunia. Statistik AS mencatat bahwa angka pengangguran per Juli naik menjadi 4,3%. Padahal proyeksi hanya di level 4,1%.
Hal tersebut membuat lantai bursa dunia merespons negatif rapor merah pengangguran AS. Indeks Nikkei Jepang mengalami penurunan paling dalam, merosot 13,34%, terburuk sejak 1987.
Pada perdagangan bursa AS, Dow Jones, Nasdaq hingga S&P ditutup memerah, masing-masing turun 2,6%, 3,43% dan 3%.
Melihat kondisi ekonomi AS yang tidak kunjung membaik, bahkan menuju ke jurang resesi itu, membuat desakan kepada The Federal Reverse untuk memangkas suku bunga acuan. Suku bunga tinggi yang dipasang oleh Bank Sentral AS justru dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi.
Jeremey Siegel dari Wharton meminta The Fed untuk melakukan pemotongan suku bunga secara darurat sebesar 75 basis poin setelah melihat laporan pekerjaan yang mengecewakan pada hari Jumat.
Menurut Siegel, suku bunga dana The Fed saat ini seharusnya berada di antara 3,5% dan 4%. Saat ini Fed Fund Rate berada di level 5,25%-5,5%.
“Harus ada pemotongan 75 basis poin lagi yang diindikasikan untuk bulan depan pada pertemuan September - dan itu adalah jumlah minimum," kata Siegel, profesor emeritus keuangan di University of Pennsylvania’s Wharton School saat wawancara pada program "Squawk Box" CNBC, Senin (5/8/2024).
Federal Reserve mempertahankan suku bunga pada 5,25% hingga 5,5% setelah diputuskan pada rapat pekan lalu. Pada hari Jumat, laporan pekerjaan menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan, dan tingkat pengangguran meningkat menjadi 4,3%, tertinggi sejak Oktober 2021.
Angka pengangguran tersebut melampaui target tingkat pengangguran The Fed sebesar 4,2%. Selain itu, inflasi telah turun 90% menuju target The Fed sebesar 2%. “Seberapa besar kita telah memindahkan suku bunga dana Fed Fund? Nol. Itu sama sekali tidak masuk akal," kata Siegel.
Setelah komentar Siegel, Presiden Federal Reserve Chicago Austan Goolsbee menolak berkomentar apakah bank sentral akan melakukan penurunan suku bunga darurat. Namun, jika perekonomian memburuk, “The Fed akan memperbaikinya,” katanya di “Squawk Box.”
Sementara itu, Siegel tidak khawatir bahwa pemotongan darurat akan membuat pasar terpuruk. Faktanya, pasar akan menyambut baik pemotongan tersebut dan berharap ada penurunan yang lebih tinggi.
Dia mencontohkan kala Ketua Fed Alan Greenspan melakukan pemotongan darurat sebesar 50 basis poin pada awal 2001—setelah sebelumnya tidak melakukan pemotongan pada rapat Desember 2000 – dan pasar menguat tajam.
“Jangan berpikir bahwa The Fed mengetahui sesuatu. Sejak kapan The Fed mengetahui sesuatu tentang perekonomian? Pasar tahu jauh lebih baik daripada The Fed. Mereka harus merespons.”
Siegel memprediksi, jika The Fed tidak melakukan pemotongan darurat sebelum pertemuan bulan September, pasar akan bereaksi buruk. "Jika pertumbuhan ekonomi melambat dan naik, yang merupakan kesalahan kebijakan pertama dalam 50 tahun, maka perekonomian kita tidak berada dalam kondisi yang baik."
Penurunan Suku Bunga Secara Cepat
Sementara itu, Bloomberg melaporkan bahwa laporan pengangguran yang meningkat memunculkan perdebatan apakah perekonomian AS sedang meluncur ke dalam jurang resesi atau lonjakan pengangguran pada Juli disebabkan oleh berlanjutnya normalisasi pasar tenaga kerja pascapandemi.
“Apa pun pendapat Anda, langkah yang tepat bagi Federal Reserve adalah bertindak dengan segera, dengan memotong suku bunga sebesar satu poin persentase menjadi 4,25%-4,5% pada akhir tahun atas nama manajemen risiko,” tulis kolom di Bloomberg.
Pelonggaran moneter kemungkinan akan dilakukan oleh The Fed, bahkan, meskipun tingkat kenaikan pengangguran pada akhirnya tidak terlalu berbahaya. Pasalnya, perekonomian AS tidak memerlukan suku bunga yang membatasi untuk mengendalikan inflasi.
“Masuk akal untuk melakukan penurunan suku bunga terlebih dahulu daripada mengambil risiko bertindak terlalu lambat untuk mencegah dampak ekonomi yang lebih buruk. Jika kita benar-benar sedang menuju resesi, tidak banyak perbedaan pendapat mengenai apa yang harus dilakukan The Fed: menurunkan suku bunga secara besar-besaran dan cepat.”
Skenario pertama, The Fed diramalkan memangkas suku bunga lebih dari 200 basis poin hingga akhir 2025, sehingga Fed Fund Rate mendekati 3%.
Adapun skenario kedua lebih menantang. Tingkat pengangguran meningkat pada tahun ini dari 3,7% menjadi 4,3%, tetapi persentase penduduk berusia antara 25 dan 54 tahun yang bekerja juga meningkat, dari 80,4% menjadi 80,9%.
Hal ini merupakan dinamika yang tidak biasa karena tingkat pengangguran mencerminkan peningkatan partisipasi angkatan kerja. Ada kemungkinan bahwa normalisasi angkatan kerja pascapandemi sehingga The Fed mempunyai waktu untuk menahan penurunan suku bunga.
“Namun menaruh seluruh telur ke dalam keranjang itu berisiko. Tingkat PHK saat ini rendah, namun menunggu peningkatan PHK berarti menunggu sampai terlambat untuk menghindari resesi. Selama krisis keuangan, misalnya, PHK baru mulai meningkat pada pertengahan tahun 2008 ketika resesi telah mereda.”
Terlalu Lama The Fed Tahan Suku Bunga
Sementara itu, Mainemorningstar.com melaporkan bahwa beberapa ekonom mengkhawatirkan kenaikan angka pengangguran, sehingga mereka mempercayai bahwa The Fed telah menunggu terlalu lama untuk menurunkan suku bunga.
“Kami telah melihat selama beberapa bulan ini ada sedikit pelemahan di pasar tenaga kerja meskipun pasar tenaga kerja cukup kuat berdasarkan standar historis. Tidak ada tekanan inflasi yang datang dari pasar tenaga kerja karena pertumbuhan upah terus melambat,” kata Elise Gould, ekonom senior di Economic Policy Institute.
Gould menambahkan bahwa The Fed telah menunggu terlalu lama untuk menurunkan suku bunga mengingat apa yang ditunjukkan oleh data pasar tenaga kerja. “Pelemahan ini sedikit lebih memprihatinkan dan kita mungkin akan mencapainya lebih cepat, semacam pendinginan, dari yang diperlukan,” katanya.
Seperti diketahui, The Fed memutuskan untuk tidak menurunkan suku bunga pada pertemuan Rabu, pekan lalu. Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral masih perlu melihat lebih banyak data yang menunjukkan penurunan inflasi yang cukup untuk membenarkan pemotongan suku bunga.
Meskipun tingkat pengangguran meningkat baru-baru ini, Powell mengatakan pasar tenaga kerja mulai normal karena pasar kerja yang lebih ‘panas’. Namun dia mengindikasikan bahwa ada kemungkinan The Fed akan siap menurunkan suku bunga pada September.
“Kami telah melihat seperempat inflasi yang baik dan kami telah melihat pasar tenaga kerja bergerak cukup banyak. Seperti yang saya sebutkan, saya kira kita tidak perlu melakukan cooldown lagi untuk mendapatkan hasil inflasi yang terkait dengan pasar tenaga kerja. Waktunya bisa di bulan September jika data mendukungnya,” ujarnya.
Powell menambahkan bahwa dia tidak melihat bukti dalam data ekonomi bahwa perekonomian ‘melemah tajam’.
Apabila The Fed melakukan pemangkasan suku bunga secara darurat, hal ini akan membawa dampak positif bagi dunia, temasuk Indonesia. Bakal ada pelarian dana, dan masuk ke negara-negara emerging market.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel