Cegah Klaim Bodong, BPJS Mau Pakai Teknologi Pengenal Wajah di RS

Bisnis.com,08 Agt 2024, 20:41 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Karyawan melayani peserta di salah satu kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA--Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan menggunakan teknologi face recognition atau pengenalan wajah di Rumah Sakit (RS) untuk mengantisipasi kecurangan atau fraud klaim bodong dana jaminan kesehatan.

Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pihaknya telah melakukan piloting project teknologi tersebut di banyak RS, namun belum serentak dilakukan.

"Jadi ke depan ada yang mau klaim, mohon maaf, bodong, itu asal datang pesertanya dengan muka otomatis itu bisa dikenali itu peserta atau bukan," kata Ghufron saat ditemui di TMII Jakarta, Kamis (8/8/2024).

Modus lainnya yang bisa diantisipasi adalah klaim fiktif yang dilakukan rumah sakit yang sebenarnya tidak ada pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ghufron menjelaskan setiap rumah sakit akan diminta untuk investasi teknologi tersebut. Dia menyebut investasi tersebut tergolong murah sehingga tidak perlu ada bantuan pemerintah untuk pengadaan.

"Itu murah sekali, di HP saja bisa. Kalau klaim di BPJS bisa ratusan juta, miliaran, itu [biaya pengadaan] almost nothing lah. Murah," ujarnya.

Ghufron mengklaim teknologi pengawasan BPJS Kesehatan terhadap operasional rumah sakit saat ini sudah sangat canggih. Bahkan dia membandingkan dengan pengawasan rumah sakit seperti di Amerika Serikat.

"Yang jelas BPJS ini canggih. Cari di negara mana, kita berani dibandingkan Amerika. Bandingkan perilaku seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia kita tahu. Bahkan bukan hanya rumah sakit, dokter satu orang di rumah sakit mana, sehari operasi berapa, kita tahu. Canggih," tegasnya.

Ghufron tidak menargetkan kapan teknologi ini akan serentak diterapkan di rumah sakit. Dia berharap penerapannya bisa segera dilakukan.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan fraud terkait dengan tagihan klaim JKN dengan indikasi kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp35 miliar.

Dari hasil audit yang dilakukan tim gabungan KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan BPJS Kesehatan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK) ditemukan bahwa dari sampel enam rumah sakit yang melakukan klaim, ada tiga rumah sakit diduga melakukan modus phantom billing atau merekayasa seluruh dokumen pendukung klaim JKN.

Rinciannya, satu rumah sakit di Jawa Tengah terindikasi memiliki klaim fiktif Rp20 miliar sampai Rp30 miliar. Kemudian, satu rumah sakit di Sumatra Utara terindikasi fraud Rp1 miliar sampai Rp3 miliar, serta satu rumah sakit terindikasi fraud Rp4 miliar sampai Rp10 miliar.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan ada dua modus yang dilakukan rumah sakit, yakni phantom billing dan phantom/manipulation diagnosis.

Manipulation diagnosis dilakukan dengan memberikan diagnosis yang berbeda dengan hasil pemeriksaan untuk mendapatkan klaim yang lebih tinggi. Dalam artian, oknum pelaku fraud diduga menggelembungkan klaim JKN. 

"Bedanya phantom billing orangnya enggak ada, terapinya enggak ada, [tetapi] klaimnya ada. Kalau medical diagnosis. orangnya ada terapinya ada, klaimnya kegedean. Secara sengaja terapi dua kali diklaim 10 kali," jelas Pahala. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Novita Sari Simamora
Terkini