Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Presiden Indonesia, Ma'ruf Amin meminta seluruh pemerintah daerah memastikan semua pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kewajiban pemberi kerja tersebut diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Pasal 13 Beleid tersebut mengatur bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
"Pemerintah daerah harus terus memastikan seluruh pemberi kerja mendaftarkan pekerja dan keluarganya sebagai peserta JKN-KIS, termasuk pekerja informal," kata Ma'ruf Amin dalam acara Penghargaan UHC Award 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Sampai 1 Agustus 2024 cakupan kepesertaan JKN mencapai 276.520.647 jiwa, atau 98,19% dari total populasi penduduk Indonesia per semester I/2024 sebanyak 281.603.800 jiwa.
Capaian tersebut telah memenuhi target yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial Tahun 2023-2024 di mana pada 2024 total peserta JKN mencapai 98%.
"Namun demikian, pelaksanaan program masih perlu terus dievaluasi, terutama permasalahan tunggakan peserta JKN-KIS dari kalangan mampu dan pembayaran iuran BPJS Kesehatan yang macet," kata Ma'ruf Amin.
Pada kesempatan tersebut, Ma'ruf Amin meminta BPJS Kesehatan memperluas jangkauan kepesertaan sampai 100%. Menurutnya, tokoh masyarakat dan tokoh agama perlu dilibatkan dalam sosialisasi manfaat JKN, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, terluar, dan sulit terjangkau.
"Pemerintah daerah harus mendorong agar setiap penduduk yang berada di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program JKN," tegasnya.
Adapun bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta JKN bisa dikenakan sanksi. Hal tersebut diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013.
Dalam pasal 5 disebutkan, sanksi pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Denda tersebut akan menjadi pendapatan lain dana jaminan sosial. Besarannya adalah 0,1% setiap bulan dari iuran yang seharusnya dibayar yang dihitung sejak teguran tertulis kedua berakhir.
Berdasarkan catatan Bisnis, ketidakpatuhan pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan membuat pemerintah gagal mencapai target cakupan kepesertaan JKN 95% pada 2019 silam. Sampai akhir 2019 kepesertaan JKN hanya 224,2 juta jiwa atau hanya 83,5% dari total populasi penduduk Indonesia.
Saat itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sampai 31 Desember 2019 dari 33.133 badan usaha, sebanyak 7.807 badan usaha belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta program JKN dan 25.326 badan usaha tidak menyampaikan data dengan lengkap dan benar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel