Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) melihat tingkat literasi dan inklusi industri pembiayaan terus meningkat setiap tahunnya.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno melihat masyarakat semakin melek dengan produk-produk keuangan baik pinjaman maupun pembiayaan.
“Masyarakat semakin melek, semakin harus memahami dan hati-hati sebelum melakukan keputusan,” kata Suwandi, Rabu (14/8/2024).
Selain itu, Suwandi menyebut asosiasi bersama dengan pelaku usaha dan regulator terus melakukan sosialisasi produk keuangan khususnya pembiayaan di kota-kota. Hal tersebut untuk mendorong tingkat literasi dan inklusi masyarakat.
Sementara itu, Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengkritik upaya pemerintahan di era Presiden Jokowi dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat di sektor non-bank seperti asuransi, multifinance, fintech, dana pensiun (dapen) hingga aset kripto.
"Hampir semuanya rendah kalau kita lihat. Tapi memang untuk data rincinya kita belum ada. Sekilas saya lihat kripto yang saya rasa juga masih belum banyak masyarakat yang paham mengenai investasi kripto ini," kata Nailul kepada Bisnis.com, Rabu (14/8/2024).
Nailul menjelaskan sebenarnya meningkatkan literasi keuangan ini bukan menjadi tugas langsung Jokowi, tapi melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski begitu, dia menilai tugas-tugas kementerian di kabinet Jokowi sejauh ini menurutnya belum terlalu dioptimalkan.
"Saya juga tidak melihat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berperan aktif dan masif dalam peningkatan literasi. Harusnya literasi keuangan masuk ke dalam kurikulum mulai dari SD, bukan hanya soal tabung menabung, namun mulai dikenalkan produk layanan keuangan lainnya," kata Nailul.
Belum lagi masalah literasi keuangan di sektor digital. Nailul melihat hal itu dibuktikan dengan persoalan beberapa waktu ke belakang seperti kasus pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Bisa dilihat sebenarnya masih banyak lubang dalam literasi produk digital dalam beberapa tahun terakhir. Banyak masyarakat yang mempunyai rekening perbankan, salah satunya untuk bansos, namun banyak yang terjebak produk ilegal mulai dari investasi ilegal hingga judi online. Maka saya rasa problem utamanya bukan di masalah kepemilikan rekening, namun di literasinya," tegasnya.
Dikutip dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan pada 2024–2028, tingkat literasi dan inklusi perusahaan pembiayaan meningkat. Adapun tingkat literasi keuangan pada perusahaan pembiayaan secara umum meningkat menjadi 25,09% pada 202 dari sebelumnya 15,17% pada 2019.
Sementara tingkat inklusi perusahaan pembiayaan meningkat menjadi 16,13% pada 2022 dari sebelumnya 14,56% pada 2019. Sementara itu, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) dari OJK mencatat tingkat inklusi keuangan nasional mencapai 85,1% pada 2022, yang mana meningkat dari 76,2% pada 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel