Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat menilai meningkatkan pemberi pinjaman atau lender luar negeri pada fintech peer to peer (P2P) lending lantaran platform menawarkan bunga investasi yang lebih besar apabila dibandingkan platform fintech P2P lending di luar negeri.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan apabila dibandingkan dengan beberapa fintech P2P lending di Eropa dan Amerika, mereka biasanya memberikan imbal manfaat kisaran 12%-17% per tahun. Sementara itu, fintech P2P lending Indonesia bisa menawarkan imbal hasil lebih dari dari 20%.
“Bahkan jika kita melihat aturan maksimal 0,3% per hari yang dikenakan ke borrower, maka per 90 hari bisa mencapai lebih 27%. Bagi lender bisa setengah-nya untuk 90 hari. Cukup besar dalam hal return investasi,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Kamis (15/8/2024).
Tidak hanya sampai disitu, Huda mengatakan ada faktor “isu” juga yang mempengaruhi lender asing di industri fintech P2P lending di Indonesia. Pada 2022–2023, menurunya lender asing cukup sepi karena saat itu isu fintech P2P lending sangat kencang negatifnya.
“Namun, ketika memang isu pinjaman online yang negatif itu mereda, mereka balik lagi,” katanya.
Selain itu, lanjut Huda, faktor investasi lainnya adalah suku bunga The Fed saat ini dianggap sebagai equilibrium baru. Sementara, bagi sebagian orang, butuh investasi dengan rate return yang lebih tinggi.
“Makanya kalau kita lihat investasi di instrumen alternatif seperti P2P lending kembali meningkat,” ungkapnya.
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) melihat penyebab naiknya pemberi pinjaman perorangan dari luar negeri untuk fintech peer to peer (P2P) lending karena membaiknya industri.
Adapun pinjaman dari lender luar negeri mencapai senilai Rp2,01 triliun per Juni 2024. Angka tersebut naik 199,25% year on year (yoy) dibandingkan dengan Juni 2023 sebesar Rp674,66 miliar. Adapun, outstanding pemberi pinjaman dari luar negeri secara umum naik menjadi Rp11,82 triliun dari Rp10,44 triliun.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan membaiknya industri fintech P2P lending terutama dalam pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta Ultra Mikro (UMi), tentunya meningkatkan kepercayaan para lender termasuk individual lender (lender perorangan) di luar negeri.
“Di samping itu gain yang diperoleh atas dana yang diinvestasikan secara presentasi dapat dikatakan masih bagus,” kata Entjik kepada Bisnis, Selasa (13/8/2024).
Entjik menilai kepercayaan lender dari luar negeri terhadap industri ini mulai meningkat terutama untuk pembiayaan sektor produktif.
Selain itu, lanjut dia, kabar tentang perubahan aturan dari OJK untuk menaikan limit pembiayaan menjadi Rp10 miliar sangat mempengaruhi minat positif para lender di luar negeri. Pihaknya pun melihat market prospect luar negeri masih terbuka sangat luas.
“Prediksi kami akan terus meningkat, tentunya nantinya secara otomatis akan diikuti oleh lender institusi,” katanya.
Dalam hal pendanaan, Entjik mengatakan mitigasi risiko pun terus diterapkan termasuk pendanaan dari luar negeri.
“Seperti halnya money laundry tentunya selalu kami lakukan dengan merujuk aturan OJK dan PPATK dalam hal APU/PPT, tentunya hal tersebut wajib kami patuhi,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel