Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Jago Tbk. (ARTO) baru-baru ini mengungkapkan kekhawatirannya mengenai praktik pinjaman online (pinjol) yang dianggap predatoris.
Consumer Business Value Proposition Manager Bank Jago Muhammad Pandu mengatakan pinjol sendiri bermula dengan tujuan untuk mempermudah akses pinjaman bagi masyarakat. Layanan ini dirancang untuk mengatasi kebutuhan mendesak dengan proses yang cepat dan persyaratan yang minim.
“Di Indonesia untuk mendapatkan pinjaman butuh banyak persyaratan dan makan waktu yang panjang, [sementara itu] masyarakat butuh cepat. Tapi, tidak bisa dipungkiri, ada beberapa pinjol yang datang dengan elemen predatory yang kadang memperdaya peminjam,” ujarnya, Rabu (14/8/2024).
Contoh yang sering ditemukan adalah suku bunga pinjaman yang tinggi per harinya. Hal ini membuat pembayaran kembali menjadi sangat sulit bagi peminjam.
Praktik lainnya yang merugikan adalah penawaran pinjaman dengan batas kredit yang jauh melebihi kebutuhan peminjam. Misalnya, jika seseorang hanya membutuhkan Rp5 juta, pihak pinjol bisa mendapatkan tawaran pinjaman sebesar Rp10 juta.
Menurutnya, untuk sebagian masyarakat yang tidak terbiasa mengelola nominal besar, hal ini dapat menimbulkan risiko, karena ada kemungkinan peminjam menggunakan sisa pinjaman untuk hal-hal lain yang tidak direncanakan. Akibatnya, peminjam akan sulit membayar kembali pinjaman tersebut.
“Selain itu, seringkali ada biaya administrasi yang tidak transparan dan membingungkan. Bahkan, di riset kami, kami temukan ketika mau klik ‘setuju’ di situ ada tulisan kecil misal ‘10% pinjaman ini diambil untuk biaya admin’,” papar Pandu.
Alhasil, gabungan dari ketidaktransparanan hingga tawaran yang kadang tidak menguntungkan bagi peminjam, justru menjadi kesempatan dan kewajiban Bank Jago untuk menawarkan sesuatu yang benar.
"Hal ini agar bisa membantu masyarakat untuk dapat mengembalikan pinjaman dan long term-nya dapat meningkatkan kesehatan finansial mereka,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Bank Jago juga telah mengajukan sebuah konsep inovasi produk pembiayaan yang bertanggung jawab (responsible lending) dalam program SDG Innovation Accelerator for Young Professionals (SDGI) 2024.
Konsep ini sendiri juga merujuk pada komitmen untuk memajukan kesehatan keuangan yang direkomendasikan oleh Principles of Responsible Banking (PRB) dari PBB.
Judul konsep inovasi produknya adalah “Peningkatan Kesehatan Keuangan Masyarakat Menengah Bawah Melalui Pinjaman Bertanggung Jawab dan Tidak Merugikan”.
Head of Sustainability & Digital Lending Bank Jago Andy Djiwandono menjelaskan ide awal merancang konsep pembiayaan bertanggung jawab muncul dari kepedulian Bank Jago terhadap isu-isu SDGs, terutama cara meningkatkan kesehatan finansial masyarakat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Konsep responsible lending ini sejalan dengan aspirasi Bank Jago untuk meningkatkan kesempatan tumbuh berjuta orang melalui solusi keuangan digital yang berfokus pada kehidupan,” jelasnya.
Dalam merancang konsep responsible lending Bank Jago berpedoman pada kerangka kerja kesehatan finansial yang dibuat PBB sehingga konsep produk ini bisa mendorong nasabah untuk peduli terhadap kesehatan keuangannya.
Andy mengungkapkan sebagai bank berbasis teknologi dengan komitmen inovasinya, Bank Jago ingin menciptakan inovasi produk pembiayaan yang cepat, terjangkau, dapat dipersonalisasi, transparan sejak awal, serta dilengkapi dengan kiat-kiat kesehatan finansial.
“Transparan yang kami maksud adalah semua informasi mengenai hak dan kewajiban nasabah sudah clear di depan dan tidak ada biaya yang disembunyikan. Dengan demikian, calon nasabah dapat mengambil keputusan dengan bijak sebelum benar-benar mengambil pinjaman,” tutur Andy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel