Rentang BI Rate dan Inflasi Kian Lebar, Haruskah Bank Sentral Pertahankan Bunga?

Bisnis.com,21 Agt 2024, 08:42 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina & Wibi Pangestu Pratama
Pekerja beraktivitas di depan gedung Bank Indonesia, Jakarta. / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg meyakini bahwa keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) hari ini akan tetap menahan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25%. Gerak-gerik The Fed dinilai memberi pengaruh besar, tetapi perlu dicermati juga kondisi dalam negeri ketika inflasi terus terkendali.

Sebanyak 34 dari 36 ekonom yang terhimpun dalam konsensus Bloomberg meyakini bahwa BI akan tetap menahan suku bunga acuan pada hari ini, Rabu (21/8/2024).

Hanya dua ekonom dari PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan Bank of America NA yang memperkirakan bahwa BI akan memangkas suku bunga 25 basis poin, menjadi 6,00%.

Bukan hanya memiliki pandangan berbeda dari lembaga-lembaga lainnya, Mirae Sekuritas juga mengeluarkan prediksinya lebih awal, yakni sejak 14 Agustus 2024 atau sepekan lalu.

Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro meyakini Bank Indonesia belum akan memangkas BI Rate dalam RDG BI 20—21 Agustus 2024.

Padahal, spekulasi pelonggaran BI Rate semakin terbuka setelah Banko Sentral ng Pilipinas (BSP) memangkas suku bunga acuan sebear 25 bps pada pekan lalu.

"Kami pikir BI akan mengambil sikap yang lebih berhati-hati di tengah tekanan inflasi dan nilai tukar di masa depan," ujar Satria, Selasa (20/8/2024).

Satria mengingatkan bahwa bahwa BSP telah melakukan pengetatan kumulatif sebesar 450 bps setelah suku bunga mencapai titik terendah selama pandemi, dibandingkan dengan kenaikan BI Rate yang hanya sebesar 275 bps.

Jika otoritas moneter buru-buru melakukan penurunan BI Rate, menurut Satria, justru hanya akan memicu inflasi untuk kembali melonjak. Kondisi itu akan menjadi lubang jebakan bagi para gubernur bank sentral dalam kesalahan langkah kebijakan yang pada akhirnya memaksa perubahan kebijakan menjadi hawkish.

"Jika The Fed menurunkan suku bunga dan harga minyak naik lagi, apa yang akan terjadi pada Pertamax dan Pertalite? Pelonggaran kebijakan dari The Fed [atau BI] mungkin hanya akan memicu kembali tekanan inflasi," lanjutnya.

Apabila ditilik, laju inflasi Indonesia kembali terkendali dalam setahun terakhir. Pemerintah memasang target inflasi 2023 di rentang 3±1%, dan setelah inflasi sempat meningkat tajam, lajunya kembali masuk ke rentang target pada Mei 2023 di 4%.

Memasuki 2024, target inflasi ditetapkan 2,5±1% dan sepanjang tahun berjalan lajunya berada di dalam rentang perkiraan. Inflasi tertinggi tahun ini terjadi pada Maret 2024 yakni 3,04%, itu pun masih dalam rentang target.

Namun demikian, perlu dicermati bahwa selisih antara suku bunga BI Rate dengan inflasi kian melebar. Saat inflasi semakin terkendali, BI Rate tetap bertahan tinggi.

Apabila dilihat hingga tiga tahun terakhir, selisih tertinggi antara suku bunga dan inflasi terjadi pada Januari 2021 yakni 2,2%.

Pada Juni 2022 sempat terjadi persilangan, di mana inflasi lebih tinggi dari suku bunga acuan, lalu kondisinya kembali berbalik pada Januari 2023.

Namun demikian, setelah itu selisih semakin lebar, hingga pada Juli 2024 mencapai 4,12%.


Kapan Waktu Tepat untuk Turunkan Suku Bunga?

Gubernur BI Perry Warjiyo melihat adanya probabilitas pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) atau Fed Funds Rate (FFR) yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan sinyal dari The Fed pada pertemuan FOMC akhir juli 2024, yaitu FFR yang berpotensi turun pada September 2024 jika inflasi terus melandai sesuai target.

"Kalau BI melihatnya Fed Funds Rate ini kapan turunnya? Nah, ini akan semakin maju," katanya dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) III Tahun 2024, Jumat (2/8/2024).

Meskipun demikian, Perry mengatakan bahwa bank sentral masih perlu melihat perkembangan ke depan, dengan suku bunga di AS saat ini yang masih tinggi, meski European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) yang sudah mulai menurunkan suku bunga.

Di sisi lain, Perry mengatakan bahwa BI hingga Rapat Dewan Gubernur (RDG) terakhir, Juli 2024, masih memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 6,25%.

Sementara itu, jika dilihat dari tren inflasi yang terus melandai di dalam negeri, ruang suku bunga acuan sebenarnya terbuka untuk turun.

Perry mengatakan keputusan mempertahankan suku bunga acuan karena BI harus memastikan risiko global terkendali dahulu.

"Karena inflasi inti rendah dan kemungkinan ke depan juga rendah, mestinya BI-Rate itu turun. Cuma memang belum bisa turun karena kami harus fokus memitigasi risiko global," jelas Perry.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto juga menilai bahwa BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan hingga kuartal IV/2024 meski the Fed berpotensi memangkas suku bunga lebih cepat.

Menurutnya, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat saat ini untuk menjaga paritas dengan bunga acuan negara lain, terutama dengan Amerika Serikat (AS), agar tidak terjadi aliran modal keluar yang menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah.

"Kalau suku bunga The Fed turun September, mungkin baru akhir tahun baru ada penurunan bunga acuan oleh BI," katanya kepada Bisnis, Jumat (2/8/2024).
(Maria Elena)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini