Bisnis.com, JAKARTA — Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) 20—21 Agustus 2024 menghasilkan sejumlah keputusan yang sesuai perkiraan, seperti suku bunga BI Rate yang ditahan 6,25% dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tidak berubah. Namun, ada pula terawangan baru BI yang membawa optimisme, seperti nilai tukar rupiah yang berpotensi terus menguat.
Sejatinya BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, salah satunya karena inflasi yang terkendali sepanjang tahun. Namun demikian, jajaran Dewan Gubernur BI meyakini bahwa keputusan menahan lagi suku bunga acuan merupakan langkah terbaik.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20 dan 21 Agustus 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (21/8/2024).
Hasil itu sesuai perkiraan para ekonom, tercermin dari konsensus yang dihimpun Bloomberg. Sebanyak 34 dari 36 ekonom yang terhimpun dalam konsensus ini mengestimasikan bank sentral akan menjaga BI Rate pada Agustus ini.
Langkah BI pun sejalan dengan pergerakan suku bunga The Fed, karena bank sentral Amerika Serikat (AS) itu masih menahan suku bunga. Investor dan otoritas moneter secara global terus mencermati sinyal The Fed untuk memangkas suku bunga acuan.
Pasar meyakini bahwa Federal Reserve atau The Fed akan memangkas suku bunga pada September 2024. Namun, pasar masih menganalisis apakah The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps atau mencapai 50 bps.
Suku bunga The Fed memang menjadi salah satu tolok ukur bagi BI dalam menentukan kebijakan moneter. Pasalnya, BI harus menjaga keseimbangan arus modal dan nilai tukar rupiah melalui kebijakan moneternya, agar perekonomian Tanah Air tetap stabil.
Setelah mempertahankan suku bunga pada bulan ini, BI memberi petunjuk adanya peluang penurunan suku bunga dalam beberapa waktu ke depan.
Berikut poin-poin penting RDG BI Agustus 2024:
1. BI Tahan Suku Bunga
Bank sentral memilih mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada 6,25%. Artinya, suku bunga di level tersebut telah bertahan selama lima bulan.
Sebelum kenaikan, suku bunga di level 6% bertahan selama enam bulan, yakni pada Oktober 2023—Maret 2024.
Dalam pengumuman suku bunga BI kemarin, bank sentral juga menetapkan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,50% dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 7,00%.
Perry mengatakan keputusan itu konsisten dengan fokus kebijakan moneter pro-stabilitas, yaitu untuk penguatan lebih lanjut stabilisasi nilai tukar rupiah, serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
2. Kondisi Ekonomi Global Masih Tidak Pasti
Perry Warjiyo memperkirakan ekonomi global berpotensi akan melaju lebih lambat meski estimasi pertumbuhan ekonomi di angka 3,2%. Hal tersebut akibat masih terjadinya ketidakpastian pasar keuangan global mulai mereda dengan risiko yang masih tinggi.
"Ekonomi global pada 2024 diprakirakan tumbuh sebesar 3,2% dengan kecenderungan yang melambat," ujar Perry.
Sejalan dengan hal tersebut, bahkan Perry melihat ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melambat di semester II 2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.
Di sisi lain, ekonomi China masih belum kuat sementara ekonomi Eropa terpantau terus membaik.
Perry lebih lanjut menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi AS berdampak pada meningkatnya pengangguran dan menurunnya inflasi yang lebih cepat ke arah sasaran inflasi jangka panjang sebesar 2%.
Alhasil, perkembangan ini mendorong kuatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih cepat dan lebih besar dari prakiraan.
3. Suku Bunga dan Rupiah Dukung Penguatan Manufaktur serta Pangan
Perry menekankan bahwa kondisi rupiah yang stabil dan berada pada posisi yang baik akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Rupiah yang menguat membuat harga lebih murah, khususnya harga pangan maupun harga lain," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (21/8/2024).
Kinerja rupiah saat ini mendukung inflasi yang rendah, khususnya imported inflation yang sangat berpengaruh terhadap kinerja manufaktur. Di mana, penguatan rupiah mendukung sektor-sektor yang memiliki kebutuhan akan impor yang tinggi, seperti tekstil.
Penguatan rupiah juga akan mendukung peningkatan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan pertumbuhan ekonomi secara umum, termasuk sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja atau padat karya. Rupiah yang menguat, juga menjadi sinyal baik bagi sektor keuangan maupun perbankan.
4. Rupiah Akan Terus Menguat
Nilai tukar rupiah mencatatkan penguatan atau apresiasi 5,34% selama Agustus 2024. Adapun, pada perdagangan Kamis (22/8/2024) rupiah dibuka melemah 0,27% ke posisi Rp15.541 per dolar AS, bersamaan dengan penguatan indeks dolar 0,22% ke level 101,261.
Perry menyampaikan penguatan rupiah dalam sebulan terakhir didukung oleh bauran kebijakan moneter Bank Indonesia, meningkatnya aliran masuk modal asing, dan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.
BI pun meyakini bahwa rupiah akan terus menguat sampai tahun depan karena fundamental perekonomian
"Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan cenderung menguat, sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia serta komitmen kebijakan BI,” ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (21/8/2024).
Meskipun demikian, pemerintah rupanya memproyeksikan bahwa ada risiko rupiah melemah pada tahun depan. Hal itu tercermin dari asumsi dasar ekonomi makro 2025 yang mematok rupiah di level Rp16.100 per dolar AS.
Menyikapi hal itu, jajaran pimpinan BI menyatakan akan menyampaikan pendapat dan analisis mereka soal prospek penguatan rupiah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pekan depan.
"Itu tentu saja hak prerogatif pemerintah dan Banggar [Badan Anggaran DPR] untuk bagaimana menggunakan pandangan-pandangan. Untuk pembahasan yang akan datang tunggu tanggal 27 [Agustus 2024] ya, itu jadwalnya ada Banggar," ujar Perry.
5. Prospek untuk Turunkan Suku Bunga
Penguatan rupiah dan inflasi yang terkendali belum cukup menjadi alasan BI untuk menurunkan suku bunga acuan pada Agustus 2024.
Menurut Perry, preferensi utama BI adalah pandangan bahwa secara fundamental rupiah masih akan cenderung menguat. Lalu, terus masuknya investasi portofolio, yang semula SRBI, sekarang lebih banyak SBN dan saham juga menjadi pertimbangan besar dalam penentuan suku bunga.
Apa yang ditunggu lagi oleh bank sentral? Menurut Perry, pihaknya masih tetap akan melihat ruang terbuka bagi penurunan BI Rate pada kuartal IV/2024.
"Saya ulang lagi, masih konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Sementara untuk kuartal III/2024 fokus kami untuk penguatan lebih lanjut stabilisasi nilai tukar rupiah," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel