Reasuransi Maipark Beberkan Pemetaan Risiko Gempa di Indonesia, Termasuk Megathrust

Bisnis.com,22 Agt 2024, 13:41 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Presiden Direktur PT Reasuransi Maipark Indonesia Kocu Andre Hutagalung./Bisnis - Fanny

Bisnis.com, JAKARTA — PT Reasuransi Maipark telah mempersiapkan diri menghadapi potensi gempa besar, atau megathrust, yang mungkin terjadi di Indonesia.

Direktur Utama Maipark, Kocu Andre Hutagalung, mengungkapkan bahwa perusahaan ini telah memprediksi potensi gempa besar yang berasal dari zona megathrust di Barat Sumatera dan Selatan Jawa sejak tahun 2015.

Maipark, yang merupakan perusahaan reasuransi dengan spesialisasi kebencanaan, juga terlibat dalam penelitian, mitigasi bencana alam kepada masyarakat, dan pengembangan standar building code yang aman. "Pada peta zonasi gempa bumi yang kami bagikan, terlihat jelas daerah yang dikenal sebagai seismic gap, yakni area di zona subduksi dengan frekuensi gempa yang lebih rendah dibandingkan daerah lainnya," ujar Kocu saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).

Maipark menggunakan Maipark Cat Model (MCM) untuk mensimulasikan potensi kerugian asuransi akibat aktivitas gempa di zona subduksi tersebut. Namun, kecukupan proteksi bergantung pada batas program reasuransi yang dimiliki masing-masing perusahaan. "Pertanyaannya adalah, apakah perusahaan tersebut sudah menggunakan model atau belum," tambahnya.

Untuk eksposur Maipark sendiri, Kocu menyebutkan bahwa skenario terburuk bukan berasal dari gempa megathrust, melainkan dari potensi gempa di sesar Baribis. Meskipun potensi klaim dari gempa besar cukup tinggi, penetrasi asuransi bencana di Indonesia masih rendah. Kocu menyatakan keprihatinannya melihat hanya sekitar 5% dari puluhan ribu rumah yang rusak akibat gempa memiliki perlindungan asuransi. "Ini adalah tugas kita bersama untuk meningkatkan penetrasi asuransi bencana. Bahaya gempa bumi di Indonesia adalah nyata," tegasnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga telah mengingatkan potensi gempa megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, yang dikenal sebagai zona seismic gap atau kekosongan gempa besar yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Zona ini perlu diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan kapan saja.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa pembahasan mengenai potensi gempa megathrust bukanlah hal baru, dan isu ini sudah ada sejak sebelum terjadinya Gempa dan Tsunami Aceh 2004. Namun, ia menegaskan bahwa pernyataan mengenai "tinggal menunggu waktu" tidak berarti gempa akan segera terjadi dalam waktu dekat. Hingga saat ini, belum ada teknologi yang mampu memprediksi waktu terjadinya gempa secara akurat.

BMKG juga mencatat bahwa gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 dengan usia seismic gap 267 tahun, dan di Mentawai-Siberut pada 1797 dengan usia seismic gap 227 tahun, yang menunjukkan pentingnya upaya mitigasi yang lebih serius.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini