Transaksi Kartu Debit Makin Merosot saat QRIS Terus Melaju

Bisnis.com,22 Agt 2024, 07:33 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Ilustrasi nasabah menggunakan kartu debit di mesin ATM/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan transaksi pembayaran terkini. Transaksi melalui kartu ATM/debit melanjutkan penurunan saat alat pembayaran lain seperti kartu kredit dan QRIS tumbuh.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2024 pada Rabu (21/8/2024) mengatakan transaksi pembayaran menggunakan kartu kredit tumbuh 15,35% secara tahunan (YoY) mencapai 39,83 juta transaksi.

Sementara, transaksi QRIS terus tumbuh pesat sebesar 207,55% YoY dengan jumlah pengguna mencapai 51,43 juta dan jumlah merchant 33,21 juta. "Transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/debit turun 9,57% YoY menjadi 584,95 juta transaksi," ujarnya.

Jika dibandingkan dengan data bulan sebelumnya, transaksi menggunakan kartu debit turun semakin dalam. Pada Juni 2024, transaksi kartu debit menyusut 8,42% YoY. Jumlah transaksi juga anjlok karena pada bulan sebelumnya tercatat 1.759,92 juta transaksi.

BI juga melaporkan pada kuartal II/2024 transaksi QRIS tumbuh 226,54% YoY dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta. Transaksi kartu kredit tumbuh 20,92% YoY pada Juni 2024 dengan transaksi sebanyak 114,31 juta.

Penyusutan transaksi kartu ATM/debit ini sejalan dengan jumlah mesin ATM yang semakin berkurang. Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit.

Jumlahnya menyusut 2.604 unit dalam setahun, atau dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 unit. Adapun, dalam lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan 12.227 unit di mana per akhir 2019 jumlah ATM, CDM, dan CRM masih mencapai 103.639 unit.

Sebelumnya, Ekonom Poltak Hotradero menyebut untuk ATM, keberadaannya memang kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO).

Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya. "Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Dia juga menuturkan bahwa dengan pembayaran yang beralih ke digital, membuat penggunaan uang kartal akan berkurang dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia. “Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya.

Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan berdampak pada penggunaan ATM yang makin tidak relevan.

Adapun, pada Juli 2024, BI juga menyampaikan transaksi digital banking tercatat sebanyak 1.845,27 juta transaksi atau naik 30,50% YoY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini