BNI (BBNI) Ungkap Strategi Tekan Biaya Dana, Singgung Insentif BI

Bisnis.com,23 Agt 2024, 06:10 WIB
Penulis: Arlina Laras
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Jumat (30/12). /Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) berupaya menjaga rasio biaya di tengah tren suku bunga yang masih tinggi. Pasalnya, sebagian bank terpaksa mengerek bunga simpanannya menyesuaikan dengan pasar. Alhasil, ini membuat perbankan menanggung beban biaya dana atau cost of fund yang mahal.

Sebelumnya, Direktur Finance Novita Widya Anggraini mengatakan pertumbuhan kredit yang tinggi dilakukan di tengah relaksasi GWM yang diberikan oleh BI melalui insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). 

Adapun, relaksasi GWM ini memberikan tambahan likuiditas yang dioptimalkan untuk mendukung penyaluran kredit sekaligus dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur DPK BNI, dengan cara mengurangi porsi dana institusi pada giro dan deposito, lalu menggantikannya dengan deposito retail atau perorangan yang lebih efisien dari sisi bunga.

“Hasilnya terlihat dari total DPK kami di semester I/2024 yang tercatat tumbuh 1% YoY, didukung oleh pertumbuhan tabungan sebesar 4,3% YoY dan giro 1,1% YoY. Sementara deposito terkoreksi 2,6% YoY,” ujarnya dalam konferensi pers Semester I/2024, Kamis (22/8/2024).

Kemudian, hal ini mendorong rasio dana murah (CASA) terhadap DPK naik menjadi 70,7% dibandingkan setahun sebelumnya sebesar 69,6%. 

Dengan demikian, upaya tersebut menghasilkan efisiensi biaya dana (cost of fund), sehingga CoF di kuartal II/2024 menjadi 2,72%, membaik 7 bps dibandingkan kuartal sebelumnya.

Menurutnya, ekspansi bisnis yang terakselerasi dan efisiensi dari sisi CoF yang terjadi di kuartal II/2024 menghasilkan pendapatan bunga bersih atau NII yang meningkat 3,1% dari kuartal sebelumnya. Kinerja top line juga didukung oleh pertumbuhan Fee Based Income (FBI) yang baik mencapai 11,9% YoY, didorong oleh pertumbuhan fee dari banking activities dan transaksi digital.

Lalu, sebagai dampak dari akselerasi kredit di segmen berisiko rendah, kualitas aset terus membaik yang terlihat dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dan rasio Loan at Risk (LaR). Rasio NPL per Juni 2024 tercatat berada di level 2%, membaik jika dibandingkan Juni tahun lalu yang sebesar 2,5

Sementara itu, LaR yang mencakup NPL, kredit pada kolektibilitas 2, dan kredit kolektibilitas lancar yang sedang direstrukturisasi tercatat sebesar 12,3%, membaik dibandingkan Juni tahun lalu sebesar 16,1%.

Meskipun indikator kualitas aset menunjukkan perbaikan yang kuat, kata Novita, BNI terus mengimbanginya dengan penyediaan pencadangan pada level yang cukup untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian di masa mendatang

Ini tercermin dari rasio pembentukan beban CKPN terhadap total kredit atau credit cost hingga semester I 2024 sebesar 1%, menurun 40 bps dibandingkan credit cost yang dibentuk pada semester I tahun lalu sebesar 1,4%.

Kata Novita, CKPN yang dibentuk sangat memadai untuk mengcover kebutuhan penambahan pencadangan bagi debitur–debitur yang masih dalam perhatian khusus. Kecukupan pencadangan ini tergambar dari rasio pencadangan untuk NPL dan LaR pada posisi Juni 2024, yang berada di level memadai masing–masing sebesar 298% dan 48%.

“Secara konsolidasi, BNI mampu membukukan perolehan laba bersih semester I 2024 sebesar Rp10,7 triliun, tumbuh 3,8% YoY. Pencapaian ini relatif inline dengan ekspektasi market,” ungkapnya

Pihaknya berkomitmen untuk menjaga momentum positif kinerja dan mencapai target bisnis tahun ini, antara lain dengan melihat masih baiknya loan demand, terutama di segmen korporasi, serta potensi membaiknya kondisi likuiditas di semester II/2024 dari kebijakan moneter dan fiskal, baik global maupun domestik yang lebih ekspansif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini