Kisah Asuransi Tertua di Indonesia: Didirikan Belanda, Kini Menghitung Hari untuk Bubar

Bisnis.com,28 Agt 2024, 06:19 WIB
Penulis: Arlina Laras
Warga melintasi di dekat logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus menjadi sorotan publik. Apalagi, saat Kementerian BUMN mengabarkan bakal membubarkan perusahaan asuransi ini pada September 2024, usai mencapai kesepakatan dengan para pemegang polis.

Itu artinya, keputusan pemerintah ini akan menandai berakhirnya perjalanan perusahaan asuransi jiwa tertua dengan usia 164 tahun yang terjerat kasus megaskandal gagal bayar klaim nasabah dan kerugian negara.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengatakan hampir seluruh pemegang polis Jiwasraya atau 99,7% telah menyetujui skema restrukturisasi. Polis tersebut kini sudah dialihkan kepada PT Asuransi Jiwa IFG (IFG life). 

"Ini adalah restrukturisasi terbesar yang pernah ada dalam sejarah industri asuransi Indonesia," ujar Arya kepada Bloomberg, dilansir pada Rabu (28/8/2024).

Tercatat, polis yang ditransfer memiliki nilai sebesar Rp38 triliun atau sekitar US$2,4 miliar, dan akan dialihkan ke entitas IFG Life. Polis itu dialihkan setelah melalui restrukturisasi, sehingga kontrak asuransi mengalami perubahan saat pemegang polis menyetujui restrukturisasi dan pindah ke IFG Life.

Terdapat tiga skema restrukturisasi, yang pada intinya menawarkan pembayaran klaim secara utuh tapi bertahap atau pembayaran klaim yang lebih cepat tetapi terjadi pemotongan nilai manfaat. Pemegang polis dapat memilih skema itu untuk mendapatkan hak klaim asuransinya.

Bila dilihat dari awal perjalanan, didirikan pada tahun 1859 sebagai entitas milik Belanda, Jiwasraya kemudian dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia pada 1960. 

Namun, perjalanan perusahaan mengalami kemunduran serius ketika audit tahun 2016 mengungkap pelanggaran pedoman investasi, yang menyebabkan ekuitas negatif lebih dari Rp28 triliun, yang pada akhirnya mendorong pemerintah untuk mulai bekerja menyelamatkan perusahaan tersebut. Kebangkrutannya hampir merugikan lebih dari 7 juta klien di seluruh negeri.

Kronologi Terkuaknya Kasus Jiwasraya

Berdasarkan catatam Bisnis, Otoritas Jasa Keuangan sebagai wasit Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dalam kesempatan terpisah telah merilis kronologis kasus Jiwasraya. 

Saat itu, Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo menyampaikan permasalahan Jiwasraya memang telah terlihat semenjak 2004. Jiwasraya melaporkan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)—yang kemudian bersalin rupa menjadi bagian dari OJK—bahwa cadangan perusahaan lebih kecil daripada seharusnya. 

Insolvency atau defisit yang ditanggung Jiwasraya mencapai Rp 2,769 triliun. Dua tahun kemudian atau pada 2006 laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp3,29 Triliiun karena asset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban. 

Atas kondisi ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi opini disclaimer atas laporan keuangan Jiwasraya 2006 dan 2007. 

Pada 2008—2009, kondisi defisit semakin dalam yakni Rp5,7 triliun (2008) dan Rp6,3 triliun (2009). Pada 2009 ini untuk memeberikan ruang bertahan, direksi melakukan langkah penyelamatan jangka pendek dengan reasuransi.

Dalam model ini, Jiwasraya mengalihkan beban risiko klaim ke perusahaan reasuransi. Model ini jamak dijalankan oleh perusahaan asuransi untuk membagi risiko, meskipun begitu perusahaan asuransi masih menanggung risiko sendiri hingga persentase tertentu.

Selang beberapa tahun, di bawah rezim OJK, pemegang saham Jiwasraya yakni Kementerian BUMN diminta menyiapkan langkah alternatif penyelamatan. 

Pasalnya, perusahaan tercatat memiliki solvabilitas alias rasio kemampuan perusahaan menyelesaikan seluruh kewajiban klaim jika perusahaan harus mengalami kondisi terburuk dan tutup kurang dari 120%, di bawah ketentuan regulator. 

Singkat cerita, penerbitan produk saving plan menjadi salah satu siasat karena dapat mendatangkan premi besar. 

Akan tetapi, dalam waktu yang bersamaan muncul pula dugaan-dugaawan awal penyalahgunaan wewenang dan laporan asset investasi keuangan yang melebihi dari realita.

Awal Permasalahan

Pada 2017, gejala permasalahan mulai muncul di Jiwasraya. OJK kemudian memberikan sanksi peringatan pertama karena perusahaan terlambat menyampaikan laporan aktuaris 2017.

Selanjutnya Kementerian BUMN mengganti Direksi Jiwasraya pada Mei 2018. Direksi baru melaporkan terdapat ketidakberesan laporan keuangan di perusahaan kepada Kementerian BUMN. 

Hasil audit KAP atas laporan keuangan Jiwasraya 2017 antara lain mengoreksi laporan keuangan interim yang semula mencatatkan laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi Rp428 miliar. 

Kantor akuntan publik PWC sendiri telah mengaudit Jiwasraya sejak 2016. Pada 10 Oktober 2018 direksi baru Jiwasraya mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp802 miliar

OJK kemudian memanggil direksi Jiwasraya pada 23 November 2018 dengan agenda pembahasan kondisi perusahaan pada kuartal III 2018 dan upaya yang telah dilakukan oleh manajemen Perusahaan. 

Kemudian dalam Laporan Audit BPK 2018 diketahui Jiwasraya melakukan investasi pada asset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi. Di mana, langkah ini mengabaikan prinsip kehati-hatian. 

Memasuki 2019, Jiwasraya kembali terlambat menyampaikan Laporan keuangan 2018. Atas kondisi ini OJK mengenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada tahun ini juga sebagai bagian dari skenario pengembalian uang nasabah yang dirancang pemegang saham, OJK mengeluarkan ijin pembentukan anak usaha, yaitu Jiwasraya Putra.

Jiwasraya Putra Ditutup

Belum mampu menyelamatkan induknya, OJK kemudian mencabut izin usaha Jiwasraya Putra. Rencana pembentukan anak usaha PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu pun secara resmi dihentikan. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, OJK secara resmi mencabut izin Jiwasraya Putra pada 25 September 2020. Pencabutan izin itu tertuang dalam Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK nomor KEP41/D.05/2020. 

Saat itu, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengonfirmasi bahwa inisiatif pembentukan Jiwasraya Putra tidak lagi dilanjutkan karena sejumlah pertimbangan dari manajemen dan pemegang saham, yakni Kementerian BUMN sebagai perpanjangan tangan negara. 

"Iya benar. Inisiatif Jiwasraya Putra tidak dilanjutkan dan digantikan dengan IFG life di dalam skema restrukturisasi, transfer, bail in," ujar Hexana kepada Bisnis, Selasa (22/12/2020). 

Menurutnya, otoritas memberikan lampu hijau terkait skema penyehatan polis melalui IFG Life. Pembentukan Jiwasraya Putra yang dapat mendatangkan dana segar bagi Jiwasraya pun tidak akan dilanjutkan, dan skemanya berganti dengan restrukturisasi polis.

Sinyal Hijau Restukturisasi

IFG Life sendiri telah disetujui untuk menerima pengalihan polis dari Jiwasraya sebagai bagian dari program restrukturisasi yang diinisiasi pemerintah dalam rangka penyelamatan polis nasabah-nasabah Jiwasraya.  

Hal ini sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yang kemudian ditegaskan melalui Surat OJK Nomor S-387/NB.2/2021.

Tercatat, Jiwasraya menyampaikan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) kepada OJK pada Agustus 2020. Kemudian, proses restrukturisasi polis Asuransi Jiwasraya dimulai sejak awal 2020, yang selanjutnya pada kisaran Desember 2020 hingga Oktober 2021 merupakan pelaksanaan restrukturisasi serta perpindahan polis.

Adapun, pada awal Januari 2024, program restrukturisasi telah mencapai tahap akhir dengan hasil yang sangat positif. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan IFG Life Gatot Haryadi mengatakan sebanyak 99,7% polis berhasil direstrukturisasi. 

"Program restrukturisasi polis telah berakhir dengan baik, dengan sebanyak 99,7% polis berhasil direstrukturisasi berdasarkan persetujuan para pemilik polis," kata Gatot kepada Bisnis, Rabu (3/1/2024).

Hormati Proses Hukum

Nyatanya, meskipun tercatat 99,7% pemegang polis telah menyetujui skema yang diajukan pemerintah dengan mengalihkan polis kepada perusahaan baru yakni PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) dengan pemangkasan manfaat. 

Ada 0,3% pemegang polis Jiwasraya yang tidak menyetujui skema restrukturisasi, sehingga yang bersangkutan tetap menjadi pemegang polis dari Jiwasraya. 

Manajemen Jiwasraya pun meminta kepada para pemegang polis untuk mengikuti skema restrukturisasi yang disodorkan perusahaan.  

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menegaskan otoritas menghormati gugatan sekaligus langkah hukum dari para pemegang polis yang tidak menyetujui skema restrukturisasi Jiwasraya. 

"Untuk itu, OJK mengimbau para pihak termasuk Jiwasraya untuk menghormati proses hukum yang berjalan dan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," ucap Aman dalam keterangan tertulis, Senin (19/8/2024). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini