AAJI Batal Usulkan Revisi Aturan Unit Link ke OJK

Bisnis.com,28 Agt 2024, 17:44 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan beraktivitas di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) tak jadi mengajukan usulan revisi terhadap Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). Usulan tersebut dilakukan lantaran premi produk unit link terus tergerus. 

Terbaru, AAJI mencatat premi unit link mencapai sebanyak Rp36,68 triliun pada semester I/2024. Angka tersebut turun 13,8% apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni Rp42,56 triliun. 

Ketua Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asuransi jiwa lebih banyak yang memilih untuk menolak usulan tersebut. Hal tersebut diungkapkan dalam pertemuan AAJI dengan pimpinan perusahaan asuransi jiwa pada akhir Juni silam. 

“Akhirnya kami engga ajukan, karena menurut para CEO [pimpinan perusahaan asuransi jiwa] enggak segampang itu juga. Maksudnya gini, jangan sampai kami mengajukan permohonan revisi SEOJK PAYDI tapi enggak banyak juga anggota yang jual dan enggak enak ke OJK-nya,” kata Budi ditemui usai Konferensi Pers Kinerja Semester I/2024 di Jakarta, pada Rabu (28/8/2024). 

Namun demikian, apabila dalam prosesnya dirasa sudah perlu, maka AAJI akan berdiskusi kembali. Terlebih, saat ini masih banyak perusahaan memerlukan waktu untuk melakukan penyempurnaan produk unit link melalui SEOJK PAYDI terbaru yang efektif pada Maret tahun lalu. 

“Jadi daripada kami harus berjuang untuk ditinjau ulang, tapi ternyata enggak siap juga jual unit link lagi, jadi ditunda sampai semua CEO bulat suara ‘ayo’ maju ke OJK,” katanya. 

Budi mengatakan bahwa tantangan di lapangan adalah tenaga pemasar  asuransi jiwa lebih terbiasa, terbentuk, dan terlatih untuk memasarkan asuransi unit link. Premi unit link memang sempat mendominasi total premi industri asuransi jiwa mencapai sebanyak 70%, tetapi saat ini preminya hanya mendekati 40% dari total keseluruhan premi.. 

“Jadi perlu training lagi dalamnya,” katanya. 

Budi mengatakan bagi asosiasi, produk tradisional dan produk unit link semuanya baik untuk bertumbuh. Namun demikian, Budi menyebut industri tidak boleh lengah apabila ada yang terlalu dominan, khususnya saat ini produk tradisional. Budi mengatakan bahwa ketika produk tradisional mulai mendominasi perusahaan asuransi, maka harus diimbangi dengan pilihan investasi yang tepat. 

Dia khawatir apabila tidak diimbangi dengan investasi yang tepat, maka dominasi tradisional dapat menyebabkan masalah lain di industri. Oleh sebab itu, lanjut Budi, asosiasi berharap adanya keseimbangan antara produk unit link dan tradisional. 

“Keseimbangan antara unit link dengan tradisional itu penting juga untuk dijaga, meskipun sekali lagi itu pilihan nasabah,”” katanya.

Budi mengatakan bahwa nasabah yang cenderung berusia lebih tua, memilih produk tradisional. Sementara nasabah yang lebih muda, mungkin memilih yang menawarkan investasi. Pihaknya pun meyakini bahwa peluang unit link untuk tumbuh masih ada. 

“Barangkali tidak segampang itu, masih butuh waktu. Masih turun lagi, tapi kalau kami melihat generasi mudanya semakin lama, semakin banyak dan lebih suka segala aspek lebih dinamis, barangkali setiap waktu nanti orang akan naik lagi,” ungkapnya. 

Diberitakan sebelumnya, AAJI akan berdiskusi terkait dengan tiga isu tersebut dengan para pemimpin perusahaan asuransi jiwa dalam waktu dekat. Menurutnya ada tiga topik yang dibahas. 

Pertama, ada beberapa perusahaan yang mengeluhkan terkait dengan perpindahan tenaga pemasar asuransi dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Meskipun sudah memenuhi aturan yang sama, tetapi aturan yang ada saat ini sudah terlalu lama. Oleh sebab itu, asosiasi khawatir bahwa aturan tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang ini. 

“Kalau ini ada kesepakatan yang lebih baik, ini akan baik untuk kedua belah pihak, baik untuk industri asuransi, dan hopefully baik juga buat masyarakat,” kata Budi pada 20 Juni 2024. 

Dengan aturan baru, Budi mengatakan diharapkan pula dapat menghindari agen asuransi yang pindah perusahaan untuk membujuk nasabahnya turut memindahkan polis di perusahaan baru. Dengan demikian, persaingan antara perusahaan asuransi jiwa akan lebih sehat. 

Tantangan kedua adalah terkait produk asuransi unit linked di industri asuransi jiwa. Budi mengatakan pihaknya turut menyoroti menyusutnya premi unit linked di tengah produk tradisional yang terus naik. 

Budi mengatakan naiknya produk tradisional sebenarnya bukan hal buruk, tetapi pihaknya khawatir apabila perusahaan asuransi jiwa terlalu dominan pada produk tradisional dan pengelolaannya tidak cukup baik, dampaknya akan lebih berat daripada satu perusahaan yang dominan pada unitlink. 

“Bahkan dikelola dengan baik pun kalau pilihan investasi jangka panjangnya masih terbatas itu juga tidak baik. Ini yang mestinya kita sikapi sama-sama bagaimana menjaga keseimbangan di antara keduanya, itu penting. Ketika keseimbangan mulai ada gapnya, ini yg ingin kami sampaikan kepada CEO,” ungkap Budi. 

Ketiga, lanjut Budi, mengenai inflasi medis di mana menyebabkan klaim kesehatan industri asuransi jiwa terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pihaknya ingin membahas bagaimana menyikapi tantangan tersebut di mana inflasi kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini