Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melaporkan bahwa hingga 31 Juli 2024, sudah terdapat 313.490 polis atau 2,4 juta pemegang polis yang terdaftar dalam program restrukturisasi.
Direktur Utama Jiwasraya Mahelan Prabantarikso menjelaskan bahwa secara persentase, program penyelamatan manfaat polis itu telah diikuti 99,7% dari total pemegang polis Jiwasraya. Sebanyak 2,4 juta menyetujui restrukturisasi dan pemindahan polis ke PT Asuransi Jiwa IFG (IFG life).
Sementara itu, tersisa 298 peserta yang belum mengikuti program restrukturisasi. Mereka merupakan pemegang polis korporasi dan bancassurance.
"Kami optimistis jumlah peserta akan terus bertambah seiring dengan upaya yang kami lakukan melalui upaya ‘jemput bola’ dari tim pelayanan," ujar Mahelan, Kamis (29/8/2024).
Menurut Mahelan, manajemen menyiapkan Tim Operasional dan Pelayanan Pasca Restrukturisasi (OPPR) untuk dapat mengajak pemegang polis yang belum mengikuti Program Restrukturisasi Jiwasraya. Tersedia pula sejumlah kanal komunikasi bagi 298 pemegang polis itu untuk mencari informasi dan mendaftar ke program restrukturisasi.
"Kami sudah menyediakan kanal komunikasi yang bisa digunakan mulai dari call center (021) 5098 7151, WhatsApp +62 811-1465031, hingga surel di customer_service@jiwasraya.co.id," ujar Mahelan.
Pemegang Polis Tempuh Jalur Hukum
Mahelan juga buka suara soal adanya pemegang polis yang menempuh jalur hukum untuk menuntut pembayaran klaim asuransi. Manajemen Jiwasraya menyatakan akan menghormati proses serta upaya hukum yang sedang berjalan.
Manajemen berkomitmen untuk mematuhi proses hukum, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Namun, kami tetap berharap agar pemegang polis tersebut bersedia mengikuti Program Restrukturisasi, sebagaimana dengan mereka yang telah ikut," kata Mahelan.
Machril, salah satu pemegang polis yang menolak restrukturisasi Jiwasraya, menjelaskan bahwa dia menjadi bagian dari 70 pemegang polis yang mengajukan tuntutan meminta pembayaran tanggungan senilai Rp200 miliar untuk dibayar penuh.
Setiap pemegang polis dalam tuntutan itu memiliki hak berbeda-beda, mulai dari Rp50 juta, Rp100 juta, juga Rp150 juta.
Machril mencurahkan kekecewaannya atas keputusan pemerintah yang enggan memenuhi tuntutan mereka. Dirinya menyindir Presiden Jokowi yang selalu menggaungkan tangguhnya ekonomi Indonesia, tetapi berat untuk memenuhi tuntutan mereka yang angkanya menurut Mahcril terhitung kecil bagi negara.
"Masa negara Rp50 juta masih utang, dipotong dulu kalau mau [setuju restrukturisasi]. Padahal gagahnya Indonesia tidak terganggu ekonominya, hebat, tumbuh ekonominya mengalahkan Eropa. Iklannya kan begitu. Pas ditagih nasabah yang janda anak yatim pensiunan, ditagih ngeles. Itu mengecewakan," ujar Machril.
Lalu, ada pula Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ) yang menuntut asuransi BUMN itu untuk membayar hak dana pensiun mereka sebesar Rp371 miliar. Utang tersebut merupakan hak 2.308 pensiunan pekerja Jiwasraya di seluruh Indonesia, atau mencapai 7.000 orang jika dihitung dengan tanggungannya.
Nilai Rp371 miliar tersebut merupakan selisih dari nilai kekayaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya sebesar Rp96,07 miliar dengan nilai aktuarial Rp467,86 miliar pada akhir 2023.
Mantan Direktur Pemasaran yang juga Ketua PPJ Pusat, De Yong Adrian menjelaskan bahwa pada 2022 Jiwasraya sempat menjanjikan akan membayarkan utang kepada dana pensiun sebesar Rp132 miliar dengan cara mencicil.
"Waktu itu [dijanjikan] Rp132 miliar. Katanya itu mau dicicil, tetapi sampai sekarang belum pernah dicicil sehingga terakumulasi menjadi Rp371 miliar," ujar De Yong usai audiensi dengan Komisi VI DPR RI, Senin (26/8/2024).
Pembina Persatuan Pensiunan Jiwasraya, Asmir mengatakan tuntutan mereka berlandaskan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) Pasal 184 ayat (1).
Ayat tersebut mengatur bahwa sebelum proses likuidasi dana pensiun selesai, pemberi kerja tetap bertanggung jawab atas iuran yang terutang sampai pada saat dana pensiun dibubarkan sesuai dengan ketentuan mengenai pendanaan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan.
"Karena kita mendengar isunya bahwa kami tidak akan dibayar, hanya akan dibagikan apa adanya. Itu info yang kita dapat. Karena kita disampaikan tidak akan dibayar. Sekarang dananya hanya ada Rp30 miliar, aset yang ada di DPPK itu yang mau diinikan [diberikan] ke kita. Sedangkan utangnya Rp371 miliar yang harus dipenuhi," kata Asmir.
(Akbar Maulana al Ishaqi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel