Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menyiapkan berbagai cara agar kinerja laba perseroan tetap tumbuh hingga akhir 2024. Pada saat yang sama, industri menghadapi tantangan tingginya suku bunga acuan Bank Indonesia.
Sebagaimana diketahui, BNI mencatatkan perolehan laba bersih konsolidasi senilai Rp10,7 triliun pada semester I/2024, tumbuh 3,8% (year-on-year/YoY) dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp10,3 triliun.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan bahwa pihaknya optimistis ada potensi pertumbuhan yang lebih baik pada semester II/2024 dibanding semester I/2024
"Kalau semester I/2024 kita masih banyak berada di pertumbuhan di bawah market karena memang fokus pada perbaikan fundamental, tapi progres terakhir bahwa kita bisa mampu tumbuh secara lebih positif," ujarnya dalam Public Expose Live, Jumat (30/8/2024).
Berdasarkan presentasi perusahaan, BNI telah merevisi beberapa target pertumbuhan yang sempat dipatok pada awal tahun. Misalnya, kredit yang pada awal tahun ditargetkan tumbuh 9%—11% (YoY), kini dinaikkan menjadi 10%—12% (YoY). Adapun, secara realisasi per semester I/2024 kredit mampu tumbuh 11,7%.
Selanjutnya, rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank only yang semula pada awal tahun sempat ditargetkan ≥4,5%, kini menjadi ≥4%. Sementara itu, capaian NIM per semester I/2024 berada di level 4%.
Selain itu, biaya kredit (cost of credit) bank only dari semula alias awal tahun ditargetkan kurang 1,4%, saat ini menjadi ±1%. Adapun, realisasi biaya kredit per semester I/2024 yakni 1%.
Lebih lanjut, kata dia, perolehan margin juga akan sangat bergantung dengan bagaimana kemampuan BNI menjaga biaya dana (cost of fund/CoF)pada semester II/2024.
"Kami proyeksikan di kuartal IV/2024 terjadi pengurangan suku bunga, jadi kami melihat ini sebagai positif impact yang bisa memperbaiki sisi cost of fund kami," ujarnya.
Perlu diketahui, terjadi tren peningkatan biaya dana (CoF) saat bunga acuan masih tinggi. Hal tersebut membuat bank harus menjaga keseimbangan dana masuk atau cash-in atau dana pihak ketiga (DPK) serta dana keluar atau cash-out atau kredit, serta biaya untuk keduanya.
Tercatat, CoF BNI per Juni 2024 mencapai 2,8%, naik 79 basis poin (bps) dari sebelumnya 2% per Juni 2023.
Tak hanya itu, Novita mengakui bahwa BNI turut memanfaatkan insentif giro wajib minimum (GWM) guna menambah kondisi likuiditas, sehingga bisa mengontrol biaya dana.
Kemudian, dari sisi kualitas aset, BNI juga sedang melakukan analisa ketat terhadap segmen small. Pihaknya juga telah melakukan antisipasi jika sewaktu-waktu segmen ini mengalami pemburukan.
Sebagaimana diketahui, BNI menyalurkan kredit ke segmen UKM sebesar Rp80 triliun per Juni 2024, turun 11,2% yoy dari periode tahun lalu Rp90,1 triliun per Juni 2023.
Adapun, porsi kredit small hanya tercatat 11% per Juni 2024, susut dari sebelumnya 13,8% dari total kredit. NPL segmen ini pun naik dari 3,8% per Juni 2023 menjadi 4,2% per Juni 2024.
"Kami juga sudah melakukan evaluasi secara aset kualitas, bahwa hanya kisaran 12% dari segmen small kami yang dalam kategori high risk, dan kita sudah antisipasi dengan pembentukan cadangan yang cukup," ungkapnya.
Alhasil, kata Novita, secara cost of credit masih akan inline dengan target yang ditetapkan, sehingga dari sisi profitabilitas BNI optimistis bisa mencapai target.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel