BNI (BBNI) Bicara soal Prospek Penurunan Suku Bunga Kredit

Bisnis.com,30 Agt 2024, 17:37 WIB
Penulis: Arlina Laras
Nasabah melakukan transaksi menggunakan anjungan tunai mandiri di kantor cabang BNI, Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) buka suara terkait kemungkinan adanya penurunan suku bunga kreditnya dalam waktu dekat. 

Sebagaimana diketahui, sejumlah ekonom memproyeksikan bahwa BI Rate berpotensi turun pada kuartal IV/2024 seiring Federal Reserve (The Fed) yang memberikan tanda terkait pemangkasan suku bunga pada September mendatang. 

Adapun, nantinya kebijakan menurunkan BI Rate sendiri mampu mendorong perbankan juga menurunkan suku bunga kredit.

Meski demikian, Direktur Keuangan BNI Novita Anggraini mengatakan dalam penentuan suku bunga kredit, ada sejumlah hal yang harus dipertimbangkan perseroan, termasuk daya saing produk dan layanan di pasar. 

“Kami juga tetap terus menjaga tingkat competitiveness itu, sehingga pasti kebijakan untuk menurunkan suku bunga kredit akan kami evaluasi per masing-masing segmen,” ujarnya dalam Public Expose Live, Jumat (30/8/2024). 

Berdasarkan laman resmi BNI per 30 Juni 2024, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) untuk korporasi dan ritel masing-masing sebesar 8,05% dan 8,3% per tahun. 

Untuk sektor konsumsi, SBDK KPR di BNI ditetapkan sebesar 7,4%, dan non-KPR sebesar 8,8% per tahun.

Manajemen menerangkan bahwa Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) ini belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur, berupa kondisi keuangan debitur, jangka waktu kredit, prospek usaha yang dibiayai, dan lain-lain. 

“Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK,” tulis manajemen. 

Sebagaimana diketahui, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam RDG terakhir pada 21 Agustus 2024 lalu masih menahan BI Rate di level 6,25%, meski celah penurunan semakin terbuka lebar.  

Buktinya, rupiah mengalami tren penguatan setelah terjadi apreasisi 5,34% selama Agustus 2024 ke level Rp15.430 per dolar AS per 20 Agustus 2024.  

Sementara inflasi umum melambat menjadi 2,13% (year-on-year/YoY) pada Juli 2024, turun dari 2,51% pada Juni 2024, didorong oleh penurunan harga pangan pascapanen dan permintaan yang lebih rendah setelah Idul Adha. 

Inflasi inti naik tipis menjadi 1,95% (YoY) pada Juli 2024, didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan, kopi, dan pendidikan.

Melihat pengaruhnya ke dalam negeri, Perry masih enggan menurunkan BI Rate meski terbuka ruang bagi Indonesia. Menurutnya, BI masih melihat dan menunggu kondisi global.  

"Kondisi global itu apa? Satu, kejelasan FFR. Kedua, tentu saja adalah bagaimana implikasi kepada suku bunga US Treasury baik yang 2 tahun maupun 10 tahun. Ketiga adalah kecenderungan mata uang dolar," jelasnya dalam penyampaian hasil RDG, Rabu (21/8/2024).  

Perry meyakini dolar akan mengalami tren pelemahan ke depan. Saat ini, memang terjadi pelemahan dolar terhadap berbagai mata uang dunia yang dipengaruh Fed Fund Rate, US Treasury, tapi juga risiko-risiko geopolitik hingga pilpres di AS.  

Saat ini atau pada kuartal III/2024, Perry lebih memilih menahan BI Rate demi melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang berdampak besar terhadap investasi portfolio, maupun terhadap ekonomi Indonesia.  

"Rupiah yang menguat membuat harga-harga lebih murah, khususnya harga pangan maupun harga lain dan karenanya mendukung inflasi yang rendah, khususnya dari imported inflation," tuturnya.  

Untuk itu, pihaknya saat ini masih konsisten akan penurunan BI Rate pada kuartal IV/2024. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini