Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyoroti adanya kelonggaran regulasi dalam program Jaminan Kematian (JKM) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Anggota DJSN, Indra Budi, mengungkapkan bahwa ada celah dalam aturan yang memungkinkan peserta baru, bahkan yang berada di ambang kematian, didaftarkan untuk memperoleh klaim manfaat sebesar Rp42 juta.
Indra mencontohkan, pasien yang hampir meninggal sering kali sengaja didaftarkan sebagai peserta JKM hanya untuk mendapatkan klaim tersebut. "Bayangkan, orang baru bayar iuran satu atau dua bulan, kemudian meninggal. Dengan hanya membayar Rp6.800 per bulan, mereka bisa mendapatkan klaim Rp42 juta," kata Indra kepada Bisnis, Selasa (3/9/2024).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, iuran JKM bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) ditetapkan sebesar Rp6.800 per bulan, sementara bagi Peserta Penerima Upah (PPU) sebesar 0,3% dari upah sebulan.
Selain manfaat uang tunai Rp42 juta, program JKM juga memberikan beasiswa pendidikan dengan batas maksimal Rp174 juta untuk dua anak. Namun, manfaat beasiswa ini hanya berlaku bagi peserta yang telah membayar iuran minimal tiga tahun dan meninggal akibat kecelakaan kerja atau penyakit terkait kecelakaan.
Indra menyebut, ada oknum yang memanfaatkan kelonggaran aturan ini, termasuk agen Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai), yang diduga menyasar pasien kritis. "Informasi ini aku dapat dari BPJS Ketenagakerjaan. Modusnya, oknum mencari pasien yang hampir meninggal, lalu setelah klaim Rp42 juta keluar, mereka meminta bagian," ungkapnya.
Dari data yang diperoleh, Indra menyatakan bahwa mayoritas klaim JKM berasal dari peserta PBPU. Banyak klaim diajukan oleh peserta yang baru membayar iuran dua hingga tiga bulan, yang dinilai semakin membebani dana kelolaan JKM BPJS Ketenagakerjaan.
Tren klaim yang meningkat ini diprediksi akan menyebabkan rasio klaim JKM menembus 100% pada 2026, dan aset JKM berpotensi mengalami defisit pada 2027. "BPJS Ketenagakerjaan kini harus menghadapi ancaman defisit, dan mereka tidak punya pilihan selain memperketat aturan keikutsertaan," kata Indra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel