Hindari Defisit BPJS Ketenagakerjaan, Kemenaker Bicara Peluang Revisi Aturan Jaminan Kematian

Bisnis.com,08 Sep 2024, 13:15 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Pegawai melayani nasabah di kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin (4/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Regulasi terkait Jaminan Kematian (JKM) BPJS Ketenagakerjaan disebut perlu segera direvisi demi menghindari potensi defisit aset JKM BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah sudah memproyeksi rasio klaim JKM tembus 100% mulai 2026.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi mengatakan beberapa faktor menurunnya ketahanan dana kelolaan JKM BPJS Ketenagakerjaan disebabkan oleh ketentuan rekomposisi iuran JKM untuk membiayai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar 0,1%. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

Dia menyebut momentum evaluasi program JKP tahun ini mungkin bisa diambil dengan melakukan revisi pada pasal pembiayaan iuran JKP yang semula melalui rekomposisi iuran JKK dan JKM serta iuran Pemerintah, diubah menjadi skema baru misalnya menghilangkan rekomposisi iuran JKM.

"Momentum evaluasi program JKP tahun ini mungkin bisa diambil dengan melakukan revisi pada pasal pembiayaan iuran JKP yang semula melalui rekomposisi iuran JKK dan JKM serta iuran pemerintah. Diubah menjadi skema baru misalnya menghilangkan rekomposisi iuran JKM," kata Sanusi kepada Bisnis, Jumat (6/9/2024).

"Untuk menyikapi hal ini, Kemenaker telah melakukan pendalaman dan simulasi perhitungan aktuaria baik untuk program JKM maupun program JKP sebagai dasar perubahan regulasi ke depan," sambungnya.

Faktor lainnya yang dipandang Kemenaker membenani kesehatan keuangan JKM adalah tingginya klaim JKM ketika terjadi pandemi Covid-19. Apalagi, dalam medio Agustus 2020 hingga Januari 2021 pemerintah memberikan keringanan pembayaran iuran JKM sebesar 99%.

Faktor terakhir, adalah adanya kenaikan nilai manfaat program JKM menjadi Rp42 juta yang terdiri dari santunan kematian Rp20 juta, biaya pemakaman Rp10 juta, dan santunan berkala untuk 24 bulan yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp12 juta. Selain itu, juga ada manfaat berupa beasiswa pendidikan dengan maksimum limit Rp174 juta untuk maksimal dua orang anak. 

Regulasi yang mengatur relaksasi keringanan iuran JKM tersebut adalah PP Nomor 82 Tahun 2019, yakni revisi pertama dari PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Sementara dalam revisi keduanya, yakni PP Nomor 49 tahun 2023, hanya mengatur terkait kepesertaan JKK dan JKM dari segmen pegawai pemerintah non-ASN. 

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebenarnya telah mendorong Kemnaker agar segera mengajukan revisi ketiga PP 44 Tahun 2015 demi menyelamatkan kesehatan keuangan JKM BPJS Ketenagakerjaan. Namun nampaknya, hal tersebut belum menjadi prioritas utama Kemenaker.

"Sejauh ini rencana perubahan ketiga PP 44/2015 belum diinisiasi oleh Kemenaker, karena saat ini Kemenaker masih berproses merumuskan Permenaker turunan dari PP 49/2023 tentang Perubahan Kedua atas PP 44/2015," kata Sanusi.

Dia juga menjelaskan bahwa PP 49/2023 lahir salah satunya sebagai tindak lanjut lahirnya PP 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP. "Di mana untuk pembiayaan program JKP salah satunya melalui rekomposisi iuran JKK dan JKM," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini