OJK Ungkap Jurus Jaga Keberlangsungan Pinjol P2P saat Laba Industri Merosot

Bisnis.com,08 Sep 2024, 15:15 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Warga mencari informasi tentang pinjaman oniline di Jakarta, Rabu (10/1/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol) pada Juni 2024 turun 25,41% year-on-year (yoy) menjadi Rp336,01 miliar dari Rp450,51 miliar pada Juni 2023.  Sementara itu, laba komperhensif juga turun 25,19% yoy menjadi Rp337,15 miliar dibandingkan dengan Rp450,70 miliar pada Juni 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan dalam rangka memastikan keberlangsungan industri fintech, OJK sedang menyusun perubahan POJK 10/2022 yang merupakan turunan dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

"Selain itu, OJK juga melakukan upaya pengembangan dan penguatan industri LPBBTI [Lembaga Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Informasi atau fintech P2P lending] serta upaya pengembangan dan penguatan industri LPBBTI sebagaimana tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri LPBBTI periode 2023-2028," kata Agusman dalam jawaban tertulis, dikutip Minggu (8/9/2024).

Adapun melalui RPOJK yang sedang disiapkan OJK saat ini sedang disiapkan ketentuan batas maksimum pendanaan sektor produktif dari Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar. 

Sementara itu, di tengah tren penurunan laba P2P lending saat ini, ada potensi keuntungan penyelenggara pinjaman online semakin kecil karena ada wacana pemangkasan bunga pinjaman atau nilai manfaat ekonomi. 

Seperti diketahui, dalam Surat Edaran OJK (SE OJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, mengatur batas maksimum manfaat ekonomi pinjol untuk pendanaan sektor produktif mulai 2026 menjadi 0,067%, dari mulanya 0,1%.

Sementara itu, batas maksimum manfaat ekonomi untuk pendanaan sektor konsumtif mulai 2025 menjadi 0,2% dari awalnya 0,3%. Bahkan, mulai 1 Januari 2026 makin kecil menjadi 0,1%.

Agusman menekankan pembatasan tersebut dilakukan demi melindungi konsumen dari potensi praktik bisnis yang tidak etis seperti memberi bunga pinjaman yang sangat tinggi.

"Hal ini juga memastikan penyelenggara LPBBTI tidak memperluas portofolionya tanpa pengelolaan risiko kredit yang baik. Selain itu, hal ini juga untuk mencegah potensi risiko yang mungkin timbul juga industri LPBBTI tumbuh terlalu cepat tanpa regulasi yang memadai," tegasnya.

Adapun outstanding pembiayaan pinjaman online per Juli 2024 tercarat sebesar Rp69,39 triliun, tumbuh 23,97% yoy. Tingkat risiko kredit macet atau TWP90 juga masih dalam kondisi terjaga sebesar 2,53%, membaik dibandingkan dengan Juni 2024 yang sebesar 2,79%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini