Pengamat Soroti Wacana Program Pensiun Wajib, Upah Pekerja Makin Tergerus

Bisnis.com,09 Sep 2024, 15:03 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Pegawai melayani nasabah di kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin (4/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyoroti wacana program pensiun wajib yang saat ini sedang disiapkan pemerintah.

Program pensiun wajib merupakan amanat dari Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dalam pasal 189 ayat 4 UU P2SK mengamanatkan bahwa pemerintah dapat untuk memiliki program pensiun yang bersifat tambahan yang wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang nanti akan diatur di dalam peraturan pemerintah. 

Agus mencatat saat ini upah pekerja sudah dikenakan potongan-potongan yang berupa kewajiban BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan Pensiun (JP), program Jaminan Hari Tua (JHT), pajak penghasilan PPh21, hingga wacana kewajiban Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mulai 2027 nanti.

"Kalau harus dipotong Tapera, dana pensiun wajib segala macam, memang gajinya berapa mau dipotong berapa, orang kan harus hidup, semasa dia belum pensiun," kata Agus kepada Bisnis, Senin (9/9/2024).

Agus menilai untuk pengelolaan dana pensiun cukup yang diwajibkan hanya program BPJS Ketenagakerjaan saja. Tinggal bagaimana pemerintah mengoptimalkan hal itu. Pasalnya, dari pengalamannya, Agus menceritakan bagaimana dirinya kesulitan membantu rekannya yang berusaha mencairkan hak JHT BPJS Ketenagakerjaan.

Belum lagi, besaran manfaat yang didapatkan ketika pensiun dia menilai tidak terlalu signifikan karena potongannya kecil. 

"Tidak akan menutup (kebutuhan), karena jumlahnya kecil, mau diputar ke mana oleh pengelolanya. Kan oleh pengelola uang itu akan diputar apakah di pasar uang, apakah di saham, apa di obligasi, kan akan diputar. Berapa banyak buat yang bersangkutan yang dipotong, itu dapatnya berapa," kata dia.

Agus juga menyoroti bagaimana pengelolaan dana rakyat dengan kasus yang terjadi belakangan ini, seperti kasus-kasus di dana pensiun BUMN. "Kalau sudah begitu apa pemerintah mau tanggung jawab mengganti, enggak. Jadi sekarang optimalkan saja BPJS Ketenagakerjaan, mau dinaikkan atau ditambah preminya, silakan," sambungnya.

Saat ini, pemerintah sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi landasan program pensiun wajib. Beleid itu nantinya akan mengatur besaran iuran dan batasan upah pekerja minimum yang dikenakan kewajiban program pensiun wajib.

Agus mengatakan pemerintah wajib terbuka kepada masyarakat. Dia menyarankan OJK mempublikasi skema hitungan berapa manfaat yang bisa didapatkan pekerja dari iuran yang mereka bayar dari potongan upah per bulannya.

"Yang penting harus dihitung net present value sekarang berapa, future value berapa, 20 tahun [jadi] berapa. Supaya orang berfikir. Tolong kasih hitungan, misal gaji Rp10 juta dipotong berapa, Rp200.000, 20 tahun kemudian ketika pensiun dapat berapa. Lalu dihitung inflasi berapa. Nanti bisa tidak untuk hidup. Kalau tidak bisa ya buat apa," ujarnya.

Sebagai informasi, LPEM FEB UI membuat laporan proporsi perbandingan alokasi gaji bersih pekerja dan komponen pemotongan gaji pekerja di Indonesia.

Dijelaskan komponen potongan BPJS Kesehatan sebesar 1%, BPJS Ketenagakerjaan program JP 1% dan program JHT 2%, PPh21 sebesar 5%, hingga potongan Tapera ketika berlaku 2027 nanti sebesar 2,5%. Dengan demikian, pendapatan bersih yang diterima pekerja sebesar 88,5% dari total upah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini