Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah bank besar kian melirik potensi pertumbuhan kredit di segmen korporasi demi menjaga kualitas kredit, utamanya saat terjadi pemburukan kualitas aset segmen usaha wong cilik alias UMKM.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross per Juli 2024 mencapai 2,27% naik tipis dari Juni 2024 yakni 2,26%. NPL net juga naik 0,79% per Juli 2024 dari sebelumnya 0,78% per Juni 2024
Meski demikian, jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, NPL gross dan NPL net secara industri telah menyusut, di mana per Juli 2023 masing-masing berada pada level 2,51% dan 0,8%.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya yang tak menampik fakta bahwa segmen UMKM tengah mengalami pelemahan dan terjadi banyak pemburukan.
Sebagai catatan, BRI menjadi bank yang paling banyak menyalurkan kredit ke segmen UMKM, di mana per semester I/2024 perseroan telah menyalurkan kredit Rp1,336,78 triliun, dengan 81,96%-nya disalurkan ke segmen UMKM.
Berdasarkan presentasi perusahaan, komposisi kredit mikro BRI mencatatkan penyusutan porsi menjadi 46,6% dari total kredit per semester I/2024 dari sebelumnya menyentuh 48,1% pada semester I/2023.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan penyebab turunnya segmen mikro saat ini, lantaran manajemen tengah fokus pada kebijakan baru, yakni penagihan dan memprioritaskan agar kualitas asetnya yang artinya dalam keadaan lancar.
Tak hanya itu, penyusutan juga terjadi pada porsi segmen kredit small alias kecil menjadi 17,4% dari sebelumnya 18,9%. Sementara itu kredit dengan segmen medium mencatatkan peningkatan porsi yakni 3,1% dari 2,6%.
“Dan itulah yang kemudian kita tangani dengan tumbuh selektif, risk acceptance kriteria kita perbaiki, pertajam dan perketat. Lalu, yang sudah tidak bisa diselamatkan, kemudian kita hapus buku, dan kemudian kita tagih menjadi recovery,” ucapnya dalam Public Expose Live beberapa waktu lalu.
Alhasil, BRI pun melihat peluang untuk bertumbuh di segmen korporasi sebagai cara untuk mengimbangi perlambatan di sektor mikro. Meski demikian, BRI akan tetap selektif dalam memilih korporasi, terutama yang memiliki keterkaitan value chain dengan segmen mikro.
“Ini sifatnya sementara [ke korporasi], yakni dalam rangka mengkompensasi slowing down pertumbuhan di mikro, jadi kita kompensasi di corporate,” katanya.
Sunarso juga menjelaskan bahwa di era digitalisasi, bank tidak dapat beroperasi hanya di satu segmen, seperti mikro saja, tetapi harus mengintegrasikan semua segmen, yaitu korporasi, konsumer, menengah, dan kecil, untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan. Pendekatan ini bertujuan untuk mengelola dan mengatasi risiko kredit bermasalah atau NPL.
Tercatat, NPL gross BRI berada pada level 3,21% per Juni 2024, naik dari Juni 2023 yang hanya 3,1% dan NPL net yang mencapai 0,86% dari sebelumnya 0,76%.
Selanjutnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga melaporkan bahwa kualitas aset pada segmen korporasi telah sepenuhnya pulih, dengan tingkat rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) terjaga dan penurunan Cost of Credit (CoC).
Saat ini kredit korporasi menjadi segmen yang berkontribusi besar mencapai 55,45% atau sebesar Rp403,1 triliun dari total kredit yang dimiliki BNI yakni Rp727 triliun. Rasio NPL per Juni berada di level 1%.
Adapun, dalam menggenjot pertumbuhan kredit korporasi, kini BNI berupaya terus meningkatkan kapabilitas, baik dari sisi produk maupun menawarkan solusi lain berupa advisory, salah satunya lewat dukungan perusahaan anak yaitu BNI Sekuritas serta pengoptimalan layanan transaksi valuta asing.
“Kita lihat segmen yang cukup terjaga kualitasnya masih di segmen korporasi, kita juga percaya optimisme pertumbuhan PDB Indonesia masih relatif baik, kami tentunya berharap BNI berperan dalam fokus korporasi yang menjadi segmen andalan kami sejak transformasi,” ujar Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini dalam Public Expose (30/8/2024).
Meskipun segmen korporasi menunjukkan pemulihan yang baik, perhatian utama BNI tak terlepas dari segmen Usaha Kecil Menengah (UKM).
“Di segmen korporasi sudah relatif full recover, akan tetapi yang masih menjadi concern kami adalah SME, di mana kita lihat secara industri segmen ini mengalami kesulitan atau mendapat issue dari kualitas aset,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, BNI menyalurkan kredit ke segmen UKM sebesar Rp80 triliun per Juni 2024, turun 11,2% yoy dari periode tahun lalu Rp90,1 triliun per Juni 2023. Adapun, porsi kredit small hanya tercatat 11% per Juni 2024, susut dari sebelumnya 13,8% dari total kredit.
Selanjutnya, dari kredit yang disalurkan oleh BNI ke segmen SME, ada sebagian yang dianggap memiliki risiko tinggi (high risk), BNI pun tanggap melakukan antisipasi dengan mencadangkan provisi yang cukup.
“Rasanya segmen ini [SME], walaupun masih ada yang potensi high risk sudah bisa dicover dengan provisi yang sudah kami bentuk tanpa mengganggu laba BNI di semester II/2024,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel