Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada dua perusahaan asuransi yang mempertimbangkan untuk mengembalikan izin usahanya karena urusan permodalan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengakui cukup banyak pelaku asuransi yang memiliki modal terbatas. Menurutnya sebagian besar perusahaan asuransi masih wait and see terkait pemenuhan modal pada 2026 dan 2028. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 tahun 2023, terdapat ketentuan mengenai ekuitas yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi.
Tahap pertama, yang harus dipenuhi pada 31 Desember 2026, perusahaan asuransi konvensional harus memiliki ekuitas sebesar Rp250 miliar, sementara perusahaan asuransi syariah Rp100 miliar. Pada tahap kedua, yaitu 31 Desember 2028, perusahaan asuransi akan dibagi dalam dua kelompok berdasarkan ekuitas mereka, yaitu Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE).
Perusahaan asuransi konvensional di KPPE 1 harus memiliki ekuitas Rp500 miliar, sementara di KPPE 2 sebesar Rp1 triliun. Untuk asuransi syariah, ekuitas minimum ditetapkan sebesar Rp200 miliar untuk KPPE 1 dan Rp500 miliar untuk KPPE 2. Perbedaan antara KPPE 1 dan KPPE 2 adalah bahwa KPPE 1 hanya menyediakan produk asuransi sederhana, sementara KPPE 2 mencakup semua produk asuransi, termasuk PAYDI (Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi).
“Saat ini ada dua perusahaan asuransi yang mempertimbangkan untuk mengembalikan izin usahanya karena kepentingan efisiensi dan konsolidasi dan atau kemungkinan tidak akan dapat memenuhi persyaratan modal tersebut,” kata Ogi dalam jawaban tertulisnya dikutip pada Rabu (11/9/2024).
Namun demikian, Ogi tidak menjelaskan secara rinci terkait dengan dua perusahaan tersebut.
Sementara itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut pihaknya belum menerima informasi terkait dengan hal tersebut. Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan belum ada anggotanya yang melaporkan rencana pengembalian izin usaha.
“Saya belum ada informasi mengenai hal tersebut [perusahaan yang ingin mengembalikan izin,” kata Budi saat dihubungi Bisnis pada Kamis (12/9/2024).
Budi mengatakan bahwa aturan peningkatan ekuitas pun menjadi perhatian sendiri bagi asosiasi. Bahkan pihaknya tengah menyusun kajian dan usulan ke regulator terkait peluang merger bagi perusahaan-perusahaan asuransi yang masih kesulitan dengan pemenuhan ekuitas pada 2026 dan 2028.
“Usulannya ke regulator masih on proses,” katanya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto pun mengamini dampak dari rencana penambahan ekuitas berpotensi mendorong perusahaan untuk melakukan konsolidasi.
“Kalau tidak bisa memenuhi sendiri, maka pilihannya adalah konsolidasi dengan perusahaan asuransi lainnya," kata Bern kepada Bisnis, Rabu (11/9/2024).
Namun demikian, dia menilai bahwa bukan tanpa tantangan untuk melakukan merger serta akuisisi. Terlebih DNA setiap perusahaan asuransi berbeda, dan dapat menimbulkan masalah baru alih-alih menjadi lebih baik.
Bern melihat bahwa yang terpenting sekarang adalah memperbaiki kondisi market industri asuransi umum agar lebih kondusif. Dengan membaiknya kondisi market, menurut dia, industri asuransi umum otomatis dapat menghasilkan profit yang lebih besar sehingga akan meningkatkan ekuitas masing-masing perusahaan asuransi.
“Dampak positif lainnya, dengan membaiknya kondisi market akan menjadi salah satu pendorong tumbuh dan sehatnya industri ini," imbuh Bern.
Bern menambahkan perusahaan asuransi juga membutuhkan waktu untuk penguatan ekuitas. Terlebih di saat yang sama industri asuransi umum juga dimandat harus menerapkan PSAK 117 yang merupakan adopsi dari IFRS 17 pada 2025.
Belum lagi, amanat dalam POJK Nomor 23 Tahun 2023 yang mewajibkan perusahaan asuransi wajib mempekerjakan satu orang aktuaris sebagai aktuaris perusahaan yang memimpin fungsi aktuaria. Bern menegaskan, pada dasarnya asosiasi mendukung rencana OJK dalam upaya menguatkan industri dan daya saing asuransi dengan meningkatkan persyaratan ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi existing.
“Namun persyaratan ekuitas minimum sebaiknya mempertimbangkan dua tahun buku setelah penerapan PSAK 117 yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, sehingga kita bisa dapat bersama melihat dampaknya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel