Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) membeberkan tantangan dan peluang industri asuransi jiwa dalam menahan rasio klaim kesehatan tak lagi jebol di atas 100%.
Pada Juni 2024, rasio klaim kesehatan asuransi jiwa sebesar 105,7%, dengan pendapatan premi sebesar Rp11,19 triliun dan klaim dibayar sebesar Rp11,83 triliun.
Juli 2024 ini, rasio klaim asuransi kesehatan itu turun di level 72,21% dengan pendapatan premi sebesar Rp17,24 triliun dan klaim Rp12,45 triliun, masing-masing naik 32,98% (year-on-year/YoY) dan 22,33% (YoY).
Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI Fauzi Arfan mengatakan industri diperkirakan masih akan dihadapkan pada tingginya inflasi biaya medis. Tahun ini inflasi medis di Indonesia diperkirakan mencapai 13%.
"Sementara di sisi lain, meningkatnya kerentanan kesehatan masyarakat juga berpotensi meningkatkan klaim kesehatan ke depan," kata Fauzi kepada Bisnis, Kamis (12/9/2024).
Meski ada tantangan tersebut, Fauzi melihat peluang asuransi kesehatan masih terbuka lebar. Alasannya, dia melihat kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan semakin meningkat.
"Selain itu, kolaborasi yang dibangun antara industri dengan pemerintah maupun penyedia layanan kesehatan, berpotensi meningkatkan peran asuransi dalam ekosistem layanan kesehatan nasional," jelasnya.
Adapun suksesnya industri asuransi jiwa menekan rasio klaim kesehatan di bawah 100% ini salah satunya melalui penyesuian menaikkan iuran premi kesehatan. Untuk menahan rasio klaim tak tembus 100% lagi, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilai cara itu saja tak cukup.
"Diperlukan strategi komprehensif. Setidaknya ada empat strategi. Pertama, pengendalian biaya medis. Perlu bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, apotek untuk mengelola biaya perawatan," jelas Wahyudin.
Kemudian yang kedua, diperlukan inovasi produk asuransi kesehatan. Menurutnya, industri harus bisa menawarkan produk asuransi kesehatan yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan nasabah agar bisa mengurangi klaim yang berlebihan.
Ketiga adalah dengan meningkatkan pendidikan kesehatan dan pencegahan. Menurutnya edukasi tentang pencegahan penyakit dan mendorong program kesehatan serta pencegahan seperti gaya hidup sehat, program vaksinasi, dan pemeriksaan kesehatan berkala untuk mengurangi klaim kesehatan di masa depan.
"Keempat, memanfaatkan teknologi. Digitalisasi layanan klaim dan penggunaan analitik data membantu perusahaan memprediksi risiko kesehatan nasabah secara lebih akurat dan mengelola klaim secara lebih efisien. Penggunaan telemedicine juga dapat menjadi opsi pengobatan yang lebih murah dibandingkan perawatan langsung di rumah sakit," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel