Bisnis.com, JAKARTA – Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di sektor UMKM mencapai Rp59,52 triliun pada Juni 2024. Meski NPL meningkat secara tahunan, sejumlah bank menengah hingga mini tetap optimistis terhadap prospek sektor ini, sambil memperkuat strategi untuk mencegah pemburukan lebih lanjut.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI), data menunjukkan NPL sektor UMKM per Juni 2024 mencapai 4,04% atau senilai Rp59,52 triliun. Capaian pada tahun ini kian menanjak dibandingkan dengan Juni 2023, di mana NPL hanya berada pada level 3,7% atau senilai Rp51,46 triliun.
PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) besutan Kredivo Group misalnya masih memiliki strategi fokus pada dua segmen konsumen. Pertama, generasi muda sebagai target segmen utama layanan tabungan dan deposito. Kedua, pelaku UMKM sebagai segmen dalam penyaluran kredit.
Presiden Direktur Krom Bank Anton Hermawan mengatakan fokusnya pada segmen UMKM ini sejalan dengan jumlah pelaku UMKM di Indonesia pada 2023 yang telah mencapai 66 juta pelaku dan signifikansi kontribusinya terhadap perekonomian yang mencapai 61% dari PDB Indonesia atau Rp9.580 triliun.
“Hingga saat ini, Krom Bank telah menyalurkan lebih dari 25% dari total kredit ke segmen UMKM. Dengan proporsi yang signifikan ini, kami berhasil menjaga tingkat NPL sebesar 3,97% untuk seluruh segmen per Juni 2024,” ujarnya kepada Bisnis yang dikutip Jumat (13/9/2024).
Menurutnya, tingkat NPL Krom Bank yang berada di bawah rata-rata industri merupakan cerminan komitmennya untuk selalu berhati-hati dan menerapkan manajemen risiko yang ketat dalam proses penyaluran kredit.
Ke depan, dia menuturkan bahwa perseroan akan tetap memfokuskan penyaluran kredit ke UMKM seiring dengan tingginya permintaan di segmen tersebut.
“Kami juga akan terus memperkuat sistem manajemen risiko kredit untuk memastikan pelaku UMKM tetap mendapatkan fasilitas kredit, dengan tetap menjaga tingkat NPL Krom Bank,” ucapnya.
Pemain bank mini lainnya, PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) juga menyebut bahwa bank tetap berkomitmen pada sektor UMKM, meskipun risikonya cenderung mengalami peningkatan.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan ini lantaran perseroan melihat UMKM merupakan segmen pasar yang strategis dan memiliki potensi pertumbuhan yang baik. Adapun, dalam hal pengelolaan risiko, tentu bank akan memperkuat manajemen risiko kredit untuk sektor UMKM.
“Ini bisa termasuk penerapan kebijakan penilaian kredit yang lebih ketat, peningkatan analisis risiko, dan lain-lain,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (13/9/2024).
Karyawan melayani nasabah di salah satu cabang PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) di Jakarta, Jumat (8/5/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Selain itu juga, perseroan juga akan mengembangkan produk kredit yang lebih sesuai dengan kebutuhan spesifik UMKM, seperti kredit dengan syarat fleksibel atau jangka waktu yang lebih panjang.
Tak hanya dari kalangan KBMI I, bank menengah seperti PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) juga masih terus fokus pada segmen UMKM. Perseroan pun telah menyesuaikan strategi kredit UMKM dengan mengikuti risk appetite yang baru.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan pertumbuhan pinjaman SME sejauh ini hampir 10% YoY. Kualitas aset NPL bagus dan margin bunga bersih alias NIM masih relatif tidak terlalu tertekan.
“SME CIMB Niaga sudah tidak ada lagi restrukturisasi ex Covid-19, karena kami tidak melakukan perpanjangan restrukturisasi tahun lalu. Berdasarkan analisa portfolio performance, segmen SME yang tetap belum pulih setelah dua kali restrukturisasi akan sulit keluar dari restrukturisasi,” ujarnya kepada Bisnis.
Senada, dari kalangan bank daerah, Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) sekaligus Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) Yuddy Renaldi mengatakan karakteristik bisnis UMKM memang kerap mengalami pasang-surut, sehingga cukup berisiko.
Namun, dia menilai daya tahan dari segmen ini pun lebih tinggi dibanding segmen lain karena selain modal kerja yang relatif kecil, alhasil mudah diperoleh.
Tak hanya itu, dirinya menuturkan segmen UMKM juga memiliki motivasi yang sangat kuat dalam mempertahankan kelangsungan usahanya karena menjadi sumber penghasilan keluarga.
“Yang paling penting adalah kita perlu selektif dan pandai menilai sektor-sektor yang prospektif atau berisiko tinggi,sehingga kita dapat memitigasinya agar tidak berdampak pada NPL,” ucapnya.
Karyawati melayani nasabah di kantor cabang PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) di Jakarta, Kamis (29/12). JIBI/Bisnis/Suselo Jati
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) atau Bank Jatim juga masih mencatatkan NPL per akhir Agustus terjaga baik sekitar 2,99 % walaupun kredit tumbuh cukup tinggi sekitar 18 % yoy.
Direktur Utama Bank Jatim Busrul Iman mengatakan dengan melihat dari karakter bisnis dan ukuran sebagai BPD, kelompok bank ini dinilai lebih tepat tumbuh di sektor UMKM dibandingken dengan korporasi.
“Selain captive market di sektor konsumtif, kami tetap tumbuh cukup tinggi di sektor produktif terutama UMKM khususnya di sektor ekonomi unggulan Jawa Timur,” ujarnya yang sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua Umum II Asbanda kepada Bisnis.
Head of Research LPPI Trioksa Siahaan pun menilai segmen UMKM masih prospektif mengingat jumlahnya yang banyak dan masih potensial. Adapun, untuk saat ini bank memang akan lebih berhati-hati dalam memberikan penyaluran kredit. “Bila kondisi geopolitik membaik, 2025 kredit [UMKM] akan kembali bergairah,” ujarnya kepada Bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel