Laba BPR Juni 2024 Merosot saat Kredit Bermasalah (NPL) Tembus 11,39%

Bisnis.com,17 Sep 2024, 13:52 WIB
Penulis: Arlina Laras
Pegawai Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memasang pengumuman dan segel kantor PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Brata Nusantara di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Industri bank perekonomian rakyat (BPR) masih menjadi perhatian di tengah peningkatan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Lalu, bagaimana kinerja raupan laba kelompok BPR terkini?

Sebagai informasi, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang diterbitkan oleh OJK, per Juni 2024 nilai kredit bermasalah BPR mencapai Rp16,46 triliun. Nilai ini setara dengan 11,39% dari total kredit yang disalurkan.

Rasio NPL tersebut jauh di atas ambang batas atau threshold yang ditetapkan oleh regulator sebesar 5%. Apabila dirinci, total kredit macet BPR pada Juni 2024 mencapai Rp10,91 triliun, naik 29,87% YoY.

Pada periode yang sama tahun sebelumnya atau Juni 2023, NPL BPR masih berada pada level 9,27% dengan nominal NPL Rp12,58 triliun. Adapun, saat itu, total kredit macet sebesar Rp8,4 triliun.

Di tengah kenaikan rasio kredit bermasalah tersebut, industri BPR masih membukukan laba. Sepanjang tahun berjalan, kelompok bank ini mencetak laba senilai Rp1,06 triliun.

Kendati demikian, laba ini lebih rendah 25,68% ketimbang periode Juni 2023 yang senilai Rp1,43 triliun. Rasio return on asset (ROA) BPR ikut menyusut dari 13,28% pada Juni 2023 menjadi 9,36% pada Juni 2024.

Terkait dengan kinerja industri BPR, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae melaporkan pertumbuhan aset, DPK dan kredit BPR dan BPR Syariah tetap bertumbuh pada semester I/2024, yaitu masing-masing sebesar 6,19%, 7,01%, 6,96% secara tahunan (yoy).

Menurutnya, pertumbuhan aset, DPK dan kredit BPR/S ini terjaga seiring dengan perluasan kegiatan usaha sebagaimana amanat UU P2SK yang ditopang dengan pemenuhan modal inti minimum Rp6 miliar dan akselerasi konsolidasi industri BPR/S sebagaimana single presence policy pada POJK 7 tahun 2024.

Adapun, Dian memproyeksikan tahun depan BPR akan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari dinamika ekonomi global dan domestik hingga adopsi teknologi informasi yang semakin masif berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank, termasuk BPR/S.

“Selain itu, BPR juga menghadapi persaingan yang semakin ketat khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah [UMKM],” ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/9/2024).

Alhasil, untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, BPR/S diharapkan memiliki ketahanan dan daya saing yang kuat, sehingga dapat mempertahankan kinerja dan eksistensinya.

Dalam mengembangkan industri BPR/BPRS, OJK telah menerbitkan peta jalan yang di dalamnya terdiri dari empat pilar utama yakni penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR, penguatan peran BPR di wilayahnya, serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.

Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah sempat mengakui memang terjadi kenaikan NPL di BPR sebagai dampak dari berakhirnya masa relaksasi restrukturisasi kredit Covid-19.

Meski demikian, dirinya optimistis situasi pemburukan kualitas kredit BPR tidak akan berlangsung lama, mengingat para pemain industri BPR giat memperbaiki kinerja seiring dengan perekonomian yang makin pulih.

“Selain itu, pengelolaan risiko juga terus diperbaiki, dimulai dari pada saat melakukan analisis kredit sampai dengan pembinaan setelah pencairan kredit. Hal ini juga bagian dari upaya kami, untuk terus memperbaiki kinerja dan meningkatkan daya saing industri,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini