Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap bahwa terdapat lima alasan BI menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6%, lebih cepat dari Federal Reserve atau The Fed.
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia periode 17—18 September 2024, BI memutuskan untuk turunkan suku bunga 25 basis poin menjadi 6%. Hal itu menjadi penurunan suku bunga pertama sejak Agustus 2022.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 17 dan 18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6%," ujar Perry dalam konferensi pers hasil RDG BI, Rabu (18/9/2024).
Bank sentral juga menurunkan suku bunga Deposit Facility menjadi 5,25% dan suku bunga Lending Facility juga turun sebesar 25 basis poin menjadi 6,75%.
Perry menyatakan bahwa terdapat lima pertimbangan BI menurunkan suku bunga saat ini, baik faktor kondisi global maupun dalam negeri.
Pertama, BI melihat bahwa arah penurunan suku bunga The Fed sudah lebih jelas, baik waktu maupun besarannya. Hal tersebut menurut Perry dapat berdampak pada kondisi makro ekonomi, termasuk inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
BI juga meyakini bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga hingga tiga kali tahun ini, yakni pada September, November, dan Desember 2024; lalu empat kali pada 2025. Penurunan tersebut masing-masing 25 bps.
Alhasil, bank sentral meyakini bahwa keputusan BI Rate turun saat ini adalah keputusan tepat.
Kedua, nilai tukar rupiah yang menguat dan stabil. Nilai tukar rupiah pada sore ini, pukul WIB berada di level Rp15.335 per dolar AS. Rupiah tercatat menguat 0,87% secara tahun berjalan (year-to-date/YtD) setelah sempat terkoreksi cukup hingga Juni 2024.
Menurut Perry, berbagai kebijakan seperti menahan suku bunga, intervensi pasar, dan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menarik modal masuk berhasil memperkuat nilai tukar rupiah.
Ketiga, inflasi yang rendah dan diperkirakan tetap terkendali. BI menargetkan inflasi bergerak dalam rentang 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Sepanjang 2024 Inflasi tercatat bergerak di rentang 2,12%—3,05% (year-on-year/YoY), dengan catatan inflasi tahunan terendah pada Agustus 2024.
Keempat, BI bisa turut mendukung pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi ritel juga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Kebijakan sekarang, makroprudensial, sistem pembayaran, moneter memang sudah mulai [menunjukkan dorongan] untuk pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya moneter kan lebih pro-stability, sekarang sudah lebih balance antara stability and growth. Sementara makroprudensial dan sistem pembayaran sejak awal sudah pro-growth," ujar Perry.
Kelima, mendorong lebih lanjut dari penyaluran kredit pembiayaan ke perbankan, dan mendukung fiskal. Perry menjelaskan bahwa turunnya BI Rate akan membuat imbal hasil atau yield SBN turun, sehingga mendukung kebijakan fiskal.
"Jadi kami sudah menakar probabilitas-probabilitas itu sehingga enggak harus menunggu, sudah ada kejelasan. Bulan lalu belum ada kejelasan, sehingga tidak harus menunggu Fed Fund Rate," ujar Perry.
BI juga terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, nilai tukar rupiah yang tetap stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang terus didorong agar lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel