Menghitung Ketahanan Program Perlindungan Korban PHK di BPJS Ketenagakerjaan Setelah Manfaat Naik

Bisnis.com,18 Sep 2024, 16:34 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Pegawai melayani nasabah di kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin (4/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan alias tunjangan pengangguran. Dalam revisinya nanti, pemerintah berencana menaikkan manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan menjadi dibayarkan 45% dari upah terakhir dengan batas Rp5 juta dalam 6 bulan.

Selain manfaatnya ditambah, kriteria penerima manfaat JKP juga diperluas kepada pekerja Perjanjian Waktu Tertentu (PWKT), dan menambah alokasi biaya pelatihan penerima manfaat menjadi Rp2,4 juta dari sebelumnya Rp1 juta.

Dengan nilai manfaat yang bertambah, klaim yang harus dibayar BPJS Ketenagakernaan juga akan meningkat. Berdasarkan catatan Bisnis, dana kelolaan program JKP hingga 31 Juli 2024 mencapai Rp13,43 triliun. Sampai Juli 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat JKP sebanyak 32.931 klaim, atau meningkat 8,7% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Total klaim yang dibayar BPJS Ketenagakerjaan tersebut sebesar Rp237,04 miliar.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai Dana Jaminan Sosial (DJS) JKP saat ini masih cukup besar dibanding rasio klaim yang masih kecil di sekitar 10%. Namun dia menyadari tren kenaikan PHK berpotensi membuat semakin banyak klaim JKP yang harus dibayar BPJS Ketenagakerjaan, meskipun prediksinya hal itu tidak akan mengganggu ketahanan dana JKP.

"Kenaikan tren PHK akan meningkatkan rasio klaim, yang diperkirakan bisa mencapai 20%. Dengan rasio klaim tersebut, dana JKP masih sangat aman dalam hal ketahanan dana," kata Timboel kepada Bisnis, Rabu (18/9/2024).

Pada 2023, pendapatan DJS JKP mencapai Rp3,35 triliun yang terdiri dari pendapatan dana rekomposisi Rp1,41 triliun, pendapatan iuran pemerintah pusat Rp1,30 triliun, pendapatan investasi Rp630 miliar, dan pendapatan lain Rp134 juta.

Sementara dari sisi beban, pada 2023 tercatat beban program JKP sebesar Rp582 miliar, yang terdiri dari beban jaminan Rp367,20 miliar, beban cadangan teknis program Rp100,82 miliar, beban investasi Rp114,15 miliar, dan beban lain Rp24 juta. Dengan begitu, DJS JKP pada 2023 masih surplus Rp2,76 triliun.

Sementara itu, jumlah aset neto DJS JKP pada 2023 sebesar Rp13,18 triliun, atau naik 26,58% year-on-year (yoy) dibanding Rp10,41 triliun pada 2022.

Sebagai informasi, iuran JKP sesuai PP 37/2021 adalah sebesar 0,46% dari total upah pekerja sebulan. Dari angka tersebut, 0,22% dibayarkan oleh pemerintah. Sisanya, 0,14% dari rekomposisi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan 0,10% rekomposisi iuran program Jaminan Kematian (JKM).

Dengan kondisi keuangan tersebut, Timboel menilai presentase iuran JKP yang dipotong dari upah pekerja tidak perlu naik. "Secara persentase iuran JKP tidak perlu naik dulu, namun secara nominal akan naik karena adanya kenaikan upah minimun tiap tahun," kata Timboel.

Bahkan, dengan kondisi ketahanan dana kelolaan di JKP ini Timboel menyarankan rekomposisi iuran JKM ke program JKP 0,10% dihentikan sementara. Selain menimbang faktor ketahanan dana JKP, hal itu menurutnya penting untuk menjaga ketahanan dana JKM yang kian turun.

Namun, Timboel tidak bisa memastikan ketahanan dana JKP akan berlangsung dalam jangka panjang. Beberapa indikatornya seperti tren PHK yang melonjak, di mana PHK pada bulan Juli 2024 mencapai 42.863, melesat 1.186% dibanding jumlah PHK pada Januari 2024 sebesar 3.332. Secara akumulasi, pekerja terdampak PHK sepanjang Januari hingga Juli 2024 sebanyak 144.399 pekerja.

Apalagi, rasio kesehatan keuangan JKP pada 2023 merosot drastis menjadi 431 bulan dibanding 2.807 bulan pada 2022. Oleh karena itu, untuk memastikan ketahanan dana JKP dalam jangka panjang menurutnya iuran jaminan sosial harus ditinjau berkala, apalagi ada kenaikan manfaat.

"Jadi tetap iuran harus dinaikkan. Mengenai kapan, nah itu akan dihitung aecara aktuaria agar rasio klaim rendah dan ketahanan dana semakin kuat. Karena rasio klaim masih rendah sekitar 10%, dan dana JKP masih besar sekitar Rp12 triliun maka kenaikan manfaat bisa dilakukan," kata Timboel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini