Menimbang Pro dan Kontra Program Pensiun Tambahan Bersifat Wajib

Bisnis.com,18 Sep 2024, 22:56 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Ilustrasi dana pensiun./Bisnis - Albir Damara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur program pensiun tambahan bersifat wajib. Ketentuan ini menjadi amanat dalam Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Nantinya pemerintah akan mengharmonisasi dana pensiun wajib yang ada di program Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan dengan dana pensiun sukarela. Targetnya adalah dana pensiun bisa mencapai replacement ratio atau tingkat pengembalian pensiun sebesar 40%, di mana saat ini perhitungan dari Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) masih di bawah 10%.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan tingkat pengembalian rasio 40% ini bisa memberikan kehidupan yang layak bagi para pensiunan, selain juga agar para pensiunan tidak menjadi beban bagi anaknya.

"Replacement ratio yang lebih tinggi juga semakin menurunkan beban anak dalam membiayai kebutuhan orang tua ketika pensiun dan tidak menjadi sandwich generation," kata Huda kepada Bisnis, Rabu (18/9/2024).

Huda menilai untuk mencapai rasio 40% tersebut bisa dilakukan dengan menaikkan secara berkala iuran peserta dana pensiun dalam program wajib. Selain itu juga bisa dengan penempatan dana pensiun dalam portofolio investasi yang menguntungkan dan aman.

Selain itu, program wajib juga bisa memberi angin segar bagi kondisi industri dana pensiun sukarela yang menurutnya saat ini kurang diminati. Karena dengan program dana pensiun wajib, menurutnya sinergi antar pengelola dana pensiun baik wajib dan sukarela menjadi sebuah keniscayaan.

Sementara untuk masukan kepada pemerintah, dia berharap program pensiun wajib juga diikuti dengan pertumbuhan pendapatan pekerja. "Dari 1,5% menjadi minimal angka inflasi di sekitar 3%. Salah satunya bisa dikerek dari kenaikan UMP sebesar inflasi plus pertumbuhan ekonomi atau sekitar 8% per tahun. Maka jika ada kenaikan gaji yang layak, saya rasa isu dana pensiun tidak akan ramai," jelasnya.

Berbeda, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai program dana pensiun wajib ini kurang tepat waktunya bila diterapkan dalam dekat ini karena akan menjadi beban baru bagi pekerja dan pemberi kerja yang sama-sama menanggung iuran. Dia mengusulkan, pemerintah cukup dengan mengoptimalkan program JHT dan JP pada BPJS Ketenagakerjaan yang ada saat ini.

"Efeknya kalau ini diberlakukan maka akan ada penurunan disposable income, atau pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh para pekerja. Sehingga iuran yang tambah banyak bisa menurunkan agregat dari sisi permintaan untuk membeli barang-barang terutama di luar barang makanan, seperti elektronik, otomotif, perumahan, misalnya," kata Bhima.

Sementara kondisi saat ini, Bhima melihat disposable income pekerja sudah banyak terpangkas pajak. Oleh karena itu menurutnya momentum program dana pensiun wajib ini kurang pas.

Kritik lainnya, Bhima mencatat saat ini portofolio investasi dana pensiun sebanyak 30% berada di instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Dia khawatir, jumlah uang terparkir lebih besar dari perputaran uang yang dibelanjakan oleh pekerja.

"Jadi efeknya kurang begitu bagus nanti dikhawatirkan akibatnya crowding out effect, karena pemerintah terlalu banyak menyerap dana publik sehingga uang yang ditabung untuk deposito, untuk disalurkan kembali menjadi kredit dari perbankan jadi terbatas. Efeknya juga nanti kepada pertumbuhan kredit tidak optimal karena masuk ke dalam dana pensiun wajib," kata Bhima.

Alasan lain yang membuat Bhima merasa program pensiun wajib kurang pas diterapkan dalam waktu dekat adalah dari sisi pemberi kerja karena kondisi usaha yang sedang lesu.

"PMI manufaktur berada di level di bawah ekspansif sehingga pelaku usaha kalau diberi beban baru dana pensiun wajib akan membuat pelaku usaha tertekan. Efeknya juga kepada penyerapan tenaga kerja terutama di sektor formal," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Andhika Anggoro Wening
Terkini