Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 September 2024. Sejumlah bank pun berancang-ancang menyesuaikan suku bunga deposito dan kredit.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan likuiditas yang memadai serta efisiensi perbankan dalam pembentukan harga yang semakin baik, antara lain didorong oleh publikasi asesmen transparansi SBDK, berdampak positif pada suku bunga perbankan yang tetap terjaga.
“Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Agustus 2024 tercatat masing-masing sebesar 4,73% dan 9,21%, stabil dibandingkan dengan level bulan sebelumnya,” ujarnya dalam konferensi pers RDG Bulanan, Rabu (18/9/2024).
Menurutnya, likuiditas perbankan yang memadai ini sejalan dengan implementasi bauran kebijakan Bank Indonesia, termasuk Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Adapun, suku bunga deposito perbankan memang mulai melandai. Di mana, bunga deposito satu bulan perbankan mencapai level 4,73% pada Agustus 2024, capaian ini sama dengan bulan sebelumnya yaitu Juli 2024.
Namun, suku bunga deposito Agustus 2024 masih lebih tinggi jika dibandingkan pada akhir tahun lalu atau Desember 2023 di level 4,69%.
Sementara itu, untuk suku bunga kredit per Agustus mencapai 9,21%, angka ini turun dari bulan sebelumnya yaitu Juli 2024 sebesar 9,23%. Bahkan, suku bunga ini kian turun dari akhir Desember 2023 yang sempat mencapai 9,25%.
Sejalan dengan catatan BI, sejumlah perbankan tahun ini memang telah berancang-ancang melakukan penyesuaian suku bunga simpanannya.
Meski demikian, Head of Research LPPI Trioksa Siahaan mengatakan penurunan bunga acuan tidak serta merta langsung diikuti penurunan bunga kredit dan bunga deposito. Pasalnya, bank masih menunggu dampak dari penurunan bunga ini ke penurunan biaya dana alias cost of fund sesuai ekspektasi bank sebelum menyesuaikan bunga.
"Butuh waktu kurang lebih 1-2 bulan sebelum melakukan penyesuaian suku bunga. Kembali lagi, ini tergantung pada evaluasi bank atas biaya dana dan likuiditas bank," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (19/9/2024).
Dari sisi pemain, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon LP Napitupulu pun menyambut baik penurunan BI Rate, lantaran dapat memberikan kelonggaran likuiditas yang saat ini mahal, sekaligus bisa membantu pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Direktur Distribution & Institutional Funding BTN Jasmin juga menjelaskan bahwa perseroan sedang mengkaji penurunan suku bunga, mengingat dengan sempat tertahannya suku bunga di level tinggi yakni 6,25% membuat cost of fund menjadi sangat tinggi.
"Sehingga, dengan turunnya suku bunga acuan dari 6,25% jadi 6% BTN menyambut baik, semoga bank lain juga sepakat untuk mereview suku bunga simpanannya," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (19/9/2024).
Berdasarkan presentasi perusahaan, per Juni 2024 CoF BTN mencapai 4,1% ytd. Jasmin pun menyebut bahwa perseroan menargetkan CoF berada di level 3,79% pada akhir tahun 2024.
"Transmisi akan disesuaikan bertahap, kecuali untuk KPR subsidi [FLPP] di mana suku bunga 5% fixed 20 tahun tidak berubah," ucapnya.
Hal ini pun diamini Direktur PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) Rita Mirasari yang menyebut dengan adanya penurunan BI Rate menjadi 6%, perseroan akan mengkaji ulang strategi bisnis termasuk suku bunga perbankan. Menurutnya, pemangkasan hari ini dianggap sebagai peluang bisnis potensial bagi perseroan.
“Tentu kita akan kaji seluruhnya [simpanan dan kredit], setiap kali ada opportunity apapun kita akan melihat ini sebagai bentuk kajian untuk strategi bisnis,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (18/9/2024).
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan dalam penetapan suku bunga, termasuk simpanan dan kredit akan tergantung pada beberapa aspek. Pertama, kondisi likuiditas juga mempertimbangkan strategi pengembangan usaha dan juga kondisi eksternal.
“Termasuk perkembangan suku bunga acuan dan juga pasar global maupun domestik,” katanya.
Lalu, dengan perubahan-perubahan suku bunga acuan yang ada, kata Sigit, perseroan akan memperhatikan hal tersebut. Namun, ini juga sangat tergantung pada permintaan dari kredit, dan kondisi likuiditas pasar yang ada.
“Sehingga ini tentu nanti sangat dinamis tergantung bagaimana situasi yang kita hadapi pada saat ada perubahan dari suku bunga acuan,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel