Bisnis.com, JAKARTA -- Rata-rata saldo tabungan masyarakat Indonesia mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan catatan, saldo rata-rata kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta dari Rp3 juta pada 2019 menjadi Rp1,5 juta pada Juni 2024.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, jumlah rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta mencapai 580,01 juta, atau 98,8% dari total 586,95 juta rekening hingga Juli 2024. Kelompok rekening ini menunjukkan pertumbuhan tertinggi sepanjang tahun, dengan peningkatan 4,9% (year-to-date/ytd) atau 11,8% (year-on-year/yoy).
Selain itu, rekening dengan saldo antara Rp100 juta hingga Rp200 juta tumbuh 1,3% ytd dan 3,8% yoy, sementara saldo Rp200 juta hingga Rp500 juta mencatat kenaikan 2% ytd dan 3,6% yoy. Sementara itu, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tiering saldo di atas Rp5 miliar, dengan 142.324 rekening, naik 3,6% ytd dan 8,6% yoy.
Catatan LPS ini senada dengan realisasi di Industri. Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), Santoso, menyatakan bahwa penurunan saldo tabungan terutama terjadi di segmen menengah ke bawah. "Average balance nasabah menengah bawah relatif tidak banyak tumbuh, bahkan cenderung menurun dalam enam bulan terakhir," ujarnya dalam konferensi pers Gebyar Hadiah BCA 2024 di Jakarta, Senin (24/9/2024).
Santoso menilai, banyak nasabah yang berada dalam "survive mode" karena tantangan ekonomi, seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penurunan daya beli. Meskipun demikian, ia optimis bahwa perekonomian dapat membaik seiring pergantian pemerintahan baru dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 2024.
Ia juga mencatat penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 6% sebagai sinyal positif bagi perekonomian. "Suku bunga menurun dan kami melihat indikasi positif dengan masuknya banyak investor luar negeri ke Indonesia," tambahnya.
Pertumbuhan Kredit Melambat
Laporan Bank Indonesia (BI) mencatat, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada Agustus 2024 mencapai Rp8.364,7 triliun, tumbuh 6,8% yoy, melambat dibandingkan pertumbuhan 7,7% yoy pada Juli 2024. Pertumbuhan DPK terutama dipengaruhi oleh peningkatan 13,4% yoy dari sektor korporasi, sementara pertumbuhan DPK perorangan hanya 1% yoy.
Penyaluran kredit juga mengalami perlambatan, dengan total kredit mencapai Rp7.441,9 triliun pada Agustus 2024, tumbuh 10,9% yoy, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 11,7% yoy. Pertumbuhan kredit korporasi mencapai 15,7% yoy, namun melambat dibandingkan 16,8% yoy pada Juli 2024. Sementara itu, kredit perorangan tumbuh 5,7% yoy, juga turun dari pertumbuhan 6,2% yoy pada bulan sebelumnya.
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan dengan melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit, likuiditas perbankan bisa menghadapi tekanan, terutama jika gap antara DPK dan kredit semakin besar.
“Hal ini menunjukkan bahwa bank perlu lebih berhati-hati dalam menjaga likuiditasnya,” ujarnya kepada Bisnis yang dikutip Selasa (24/9/2024).
Adapun, dalam menjaga likuiditas, kata Arianto, bank dapat memanfaatkan pasar uang antarbank atau instrumen likuid lainnya untuk menutupi kebutuhan likuiditas yang timbul dari pertumbuhan kredit yang lebih cepat dibandingkan DPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel