OJK Minta Anak Muda Hindari YOLO hingga FOMO, Ini Alasannya!

Bisnis.com,27 Sep 2024, 11:23 WIB
Penulis: Arlina Laras
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dalam Festival Literasi Finansial 2024 “Kami Generasi Siap Finansial”, Jumat (27/9/2024)./YouTube @Bisniscom

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat, terutama bagi kelompok anak muda. Hal ini sejalan dengan data regulator bahwa Generasi Z merupakan kelompok yang signifikan dengan jumlah sekitar 75 juta jiwa atau 27% dari total penduduk Indonesia.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan Gen Z yang lahir antara 1997 hingga 2012 ini juga mendominasi dalam hal adaptasi internet yaitu sebanyak 34,4%. 

“Adaptasi terhadap layanan internet ini akan menghasilkan kontribusi besar bagi perekonomian baik dari sisi sebagai konsumen aktif, sebagai pengusaha muda, maupun dapat sebagai penggiat media online, content creator, youtuber, dan sebagainya,” ungkapnya dalam Festival Literasi Finansial 2024 “Kami Generasi Siap Finansial”, Jumat (27/9/2024). 

Menurutnya, tingginya adaptasi internet di Indonesia ini turut mendorong terus inovasi di sektor keuangan, termasuk digitalisasi perbankan hingga sektor pembiayaan seperti P2P lending alias pinjaman online (pinjol).

Bahkan, kini pengguna dan jumlah investor yang meminati instrumen aset kripto sebagai alternatif sarana investasinya tercatat makin meningkat. 

OJK menyebut, dengan beragam inovasi di sektor keuangan, diharapkan terus terobosan ini dapat menghadirkan solusi yang better, faster, and cheaper, yang memberikan kemudahan lebih baik, lebih cepat dalam layanannya, dan juga lebih efisien, lebih murah.

Meski demikian, dia menyorot tidak jarang juga muncul berbagai kasus yang berpotensi merugikan masyarakat pengguna, khususnya bagi gen Z, akibat kurangnya pemahaman atau literasi terkait dengan pemanfaatan produk dan layanan keuangan digital.

Dengan demikian, literasi keuangan merupakan kemampuan penting untuk memahami dan mengelola keuangan pribadi secara efektif. Hal ini mencakup konsep dasar, seperti kebiasaan menabung, berinvestasi, mengelola keuangan dan utang serta merencanakan berbagai rencana keuangan di masa mendatang. 

Lebih lanjut, Hasan menyebut dengan era digital saat ini, literasi keuangan makin terasa dibutuhkan, karena teknologi tidak hanya mengubah cara masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan, namun juga memberikan dan menghadirkan kompleksitas tersendiri dalam penggunaan layanan keuangan.

“Jangan sekarang ikut-ikutan dan terbawa-bawa arus gaya seperti YOLO misalnya. You only live once,” ujarnya. 

Di mana, ketika seseorang mendapat kelebihan uang sedikit, langsung menghabiskan uang, tanpa berpikir bagaimana merencanakan pengelolaan uang dan investasi untuk kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. 

Kedua, Hasan juga menyinggung soal fenomena FOMO, fear of missing out, kondisi bahwa anak muda kerap memilih produk dan layanan keuangan digital hanya atas dasar takut jika tidak mengikuti tren dan cenderung tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Ketiga, kata Hasan, anak muda harus menghindari FOPO, fear of public opinion, fenomena yang kini marak terlihat dalam penggunaan media sosial. 

“Di mana teman-teman adik-adik mahasiswa dalam memilih suatu produk dan layanan keuangan digital ini hanya berdasarkan perasaan untuk takut jika mendapatkan kritik dari orang-orang sekitar atau tidak mendapatkan tanda like yang banyak gitu ya. Ini juga tentu harus kita hindari,” ujarnya. 

Lebih lanjut, OJK juga menyebut untuk selalu waspada terhadap modus penawaran layanan keuangan, jangan mudah percaya dengan orang lain dan berhati-hati dalam membagikan informasi dan data pribadi kepada orang lain termasuk media sosial. 

“Jadi ini biasanya ada upaya social engineering di mana teman-teman tanpa sadar membagikan data pribadi rahasia yang tidak seharusnya dibagikan,” ucapnya.

Menurutnya, modus yang terjadi biasanya menjadi celah masuk penggunaan data untuk keperluan layanan ilegal atau tindakan yang merugikan kelompok masyarakat.

Selain itu, dia mengingatkan untuk selalu memeriksa setiap produk dan layanan keuangan yang ditawarkan haruslah memiliki izin yang resmi dari otoritas yang berwenang. 

“Kalau ditawarkan sesuatu yang menggiurkan dan tidak masuk akal misalnya berikan imbal hasil atau tawaran bunga yang sangat tinggi 10%-20% sebulannya gitu. Tentu ini sesuatu yang harus kita periksa lebih lanjut dan kita curigai lebih awal,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini